spiritual kita seperti laut, kadang pasang kadang surut, jiwa kita seperti langit, kadang cerah kadang mendung, pengetahuan kita seperti kaca, kadang jernih kadang buram---------Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Friday 27 March 2015

Belajar fiqih 24

�� Halaqoh 24
�� Sunnah-sunnah Wudhū' (bag 4)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
اللهم فقهنا في ديننا و علمنا بما ينفعنا يا رب العلمين

Ikhwan dan akhwat para peserta kajian fiqh Asy-SyāFi'i yang dimuliakan Allāh dan semoga selala diberkahi waktu dan usaha antum sekalian dalam menuntut ilmu.

Ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allāh, kita in syā Allāh pada sesi ini (sesi ke-24) yaitu sesi terakhir dari pembahasan sunnah-sunnah wudhū'.

Kita sudah sebutkan pada halaqoh sebelumnya tentang sunnahnya mendahulukan yang kanan dari yang kiri dari anggota tubuh yang berpasangan, seperti kedua tangan dan kedua kaki.

Dalilnya sudah kita sebutkan, hadits dari Ibnu 'Abbas semoga Allāh meridhai keduanya, bahwasanya Ibnu 'Abbas berwudhū' dengan mencontohkan wudhū' Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dalam wudhū' yang dilakukan oleh Ibnu 'Abbas disebutkan Ibnu 'Abbas mengambil 1 cidukan tangan air (dengan tangan kiri) kemudian dibasuhkan ke tangan kanannya.

Jadi dari bejana diambil dengan 1 ciduk tangan kiri kemudian dibasuhkan ke tangan kanan.

Kemudian mengambil lagi 1 ciduk tangan kanan untuk membasuh tangan kiri.

Setelah itu mengusap kepalanya dan mengambil 1 ciduk tangan untuk disiramkan ke kaki kanan dahulu dan dibasuhnya. Kemudian mengambil lagi dengan tangannya untuk disiramkan ke kaki sebelah kiri lalu membasuhnya.
Ini semuanya adalah berurutan.

Pada basuhan tangan, Ibnu 'Abbas mengambil untuk kanan dahulu, digosok lalu dibasuh, setelah kanan selesai lalu mengambil untuk yang kiri. Untuk kaki juga demikian, yang pertama dibasuh adalah kaki kanan dahulu kemudian kaki sebelah kiri.

Kemudian ketika telah selesai, Ibnu 'Abbas menyebutkan: "Beginilah aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berwudhū'."

Zhahirnya Ibnu 'Abbas sedang mengajarkan cara berwudhū' kepada tabi'in atau shahabat yang lain dan menceritakan bagaimana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencontohkan wudhū' Beliau didepan Ibnu 'Abbas radhiyallāhu 'anhumā.

Dan hadits ini menjadi dalil bahwasanya anggot tubuh yang berpasangan itu dibasuh yang bagian kanan terlebih dahulu daripada kiri. Kecuali untuk daun telinga yaitu diusap bersamaan.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya no. 140.

Kemudian sunnah yang berikutnya adalah;

10). Mengulangi wudhū' sebanyak 3x (walaupun kita membasuhnya 1x sajs cukup), kecuali kepala dan telinga.

Dalil:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahinya no. 230

أَنَّ عُثْمَانَ تَوَضَّأَ بِالْمَقَاعِدِ فَقَالَ: «أَلَا أُرِيكُمْ وُضُوءَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا»

Maukah kamu aku perlihatkan tentang bagaimana cara wudhū' Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam? Lalu 'Utsman bin Affan melakukan wudhū' dengan tiga kali-tiga kaki.

Namun kalau sendainya ada orang yang hanya berwudhū' 1 kali memang sudah cukup, 2 kali juga sudah bagus tetapi kalau ingin sempurna dan ingin mendapatkan pahala sunnah malakukan wudhū' itu 3 kali basuhan. Tentunya dalam kondisi air itu banyak, kalau airnya sedikit maka wajib yang 1 kali saja.

⑪ Al-muwālat, terus menerus/berkesinambungan/tidak terputus dalam berwudhū'.

Jadi misal orang kumur-kumur kemudian membasuh muka, istinsyaq, istintsar kemudian membasuh muka, kemudian berhenti dan ngobrol dengan orang atau melakukan pekerjaan ringan dan kemudian melanjutkan wudhū' lagi maka ini tidak benar dan tidak sah karena tidak adanya muwalāt dan wudhū' nya tidak sempurna.

Dikatakan para ulama bahwa jika sifat muwalāt ini hilang dari wudhū' sampai anggota wudhū' yang sebelumnya kering maka wudhū' nya batal dan harus diulang. Namun jika hanya jeda sedikit, misal sedang wudhū' lalu tiba-tiba airnya berhenti mengalir dan pergi ke mesin air yang agak jauh (agar air bisa mengalir lagi) maka ini tidak membatalkan wudhū' dan menghilangkan makna muwālāt karen tidak sengaja.

Yang menghilangkan makna muwālāt adalah sengaja mengobrol atau mengerjakan pekerjaan lain diluar wudhū' dan dengan jarak waktu yang cukup lama maka ini yang dilarang.

Muwālāt itu bisa ditandai dengan anggota tubuh yang sebelumnya masih basah ketika akan membasuh anggota tubuh berikutnya, misal ketika membasuh tangan apabila muka kita masih basah, membasuh kepala saat tangan masih basah.

Ini semua adalah hukumnya sunnah karena apabila dilihat, maka yang wajib/fardhu hanya 4 anggota tubuh yaitu:
⑴ muka
⑵ telapak tangan sampai siku
⑶ kepala atau sebagian kepala
⑷ kaki

Selain yang 4 itu adalah sunnah yang apabila melakukannya mendapat pahala sempurna in syā Allāh, tetapi kalau tidak melakukannya karena suatu alasan maka wudhū' nya sah dan boleh shalat.

Demikianlah pembahasan terakhir dari sunnah-sunnah wudhū', mudah-mudahan kita bisa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى حَبِيْبِنَا المُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ سَلَّمَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Wednesday 25 March 2015

Belajar fiqih 23

�� Halaqoh 23
�� Sunnah-sunnah Wudhū' (bag 3)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ نبينا محمد صلى الله عليه وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَزْوَاجِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat yang saya hormati, kita masih melanjutkan tentang sunnah-sunnah wudhū'.

Pada halaqoh yang ke-23 ini kita akan meneruskan apa yang sudah kita bahas pada halaqoh sebelumnya yaitu tentang sunnah menyela-nyelai jenggot yang tebal.

Hal ini disunnahkan karena diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunannya dari Anas radhiyallāhu 'anhu

أن النبي صلى الله عليه وسلم إذا توضأ أخذ كفاً من ماء فأدخله تحت حنكه فخلل به لحيته، وقال :هكذا أمرني ربي عز وجل (أخرجه أبو داود (145) من حديث أنس بن مالك رضي الله عنه وسنده صحيح)

Tentang dalil sunnahnya menyela-nyela jenggot yang tebal dengan jari kita ketika berwudhū' adalah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Mālik radhiyallāhu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam apabila berwudhū' Beliau mengambil 1 genggam air dengan tangannya yang mulia, kemudian memasukkan air pada jari-jari Beliau dibawah dagu Beliau.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu jenggotnya sangat lebat, sehingga ketika membasahi jenggot itu diperlukan air yang Beliau ambil dengan telapak tangan Beliau kemudian ditaruh dibawah dagu Beliau. Kemudian air tersebut dimasukkan ke sela-sela jenggot dengan jari-jari Beliau. Kemudian Rasūlullāh bersabda: "Demikianlah aku disuruh oleh Allāh Rabbku 'Azza wa Jalla (dalam berwudhū')."

Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dalam kitab Sunannya nomor 145.

Kemudian sunnah yang berikutnya,

⑧ Menyela-nyela jari kedua tangan dan kedua kaki.

Jadi, jari-jari ketika kita basuh telapak tangan, maka disunnahkan untuk menyela-nyela jari kita yang kanan dan yang kiri disatukan lalu digosok-gosokkan satu sama lain, tentunya dibawah kucuran air atau dimasukkan ke bejana.

Demikian juga sela-sela jari kaki karena sela-sela ini adalah tempat berkumpulnya kotoran. Bagaimana caranya?

Kalau jari tangan dengan tasyji'  yaitu mengumpulkan atau memasukkan jari-jari tangan satu sama lain.

Adapun kalau kaki itu dengan memasukkan jari kelingking kita ke sela-sela jari-jari kaki, dimulai dari kaki yang kanan kemudian setelah itu baru yang kiri.

Dalilnya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya.

وعن لقيط بن صبرة رضي الله عنه قال : قلت : يا رسول الله أخبرني عن الوضوء . قال : أسبغ الوضوء ، وخلل بين الأصابع ، وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائما " رواه أبو داود ، والترمذي والنسائي ، وروى ابن ماجه والدارمي إلى قوله : بين الأصابع .

Diriwayatkan dari Laqith Ibn Shabrah (atau Shabirah) radhiyallāhu 'anhu dia berkata: Aku bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Ya Rasūlullāh, beritahu aku tentang cara berwudhū'?". Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab: "Sempurnakanlah wudhū' mu (maksudnya sempurnakan rukun-rukunnya, wajibnya dan sunnahnya) (dan kalau ingin sempurna wudhū' nya) dan sela-selai jari tangan kita satu dengan yang lain (supaya kotoran itu jatuh dan hilang dengan air yang mengucur), dan menghirup air ke hidung dengan sempurna (yaitu agak dalam) kecuali kondisi berpuasa."

Kalau seseorang sedang berpuasa maka tidak boleh menghirup air banyak-banyak ke hidung karena dikhawatirkan bisa masuk ke dalam rongga kerongkongan sehingga akhirnya puasanya bisa batal kalau dilakukan dengan sengaja.

Ini dalil sunnahnya menyela-nyelai jari tangan dan jari kaki.

Kemudian sunnah yang berikutnya,

⑨ Selalu mendahulukan anggota yang berpasangan mulai dari yang kanan. dulu. Kecuali telinga yang diusap secara bersamaan.

Dalil mendahulukan yang kanan dari yang kiri.

Dalil shahih, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، " أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ، أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلَى يَدِهِ الْأُخْرَى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرَى ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلَى رِجْلِهِ الْيُمْنَى حَتَّى غَسَلَهَا ، ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرَى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرَى ، ثُمَّ قَالَ : هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ"

Kelengkapan hadits ini akan kita lanjutkan pada halaqoh berikutnya.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 22

�� Halaqoh 22
�� Sunnah-sunnah Wudhū' (bag 2)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allāh, kita lanjutkan halaqoh berikutnya (halaqoh 22), kita masih membahas sunnah-sunnahny wudhū'.

Telah kita sebutkan sunnah:
① membaca Bismillāh
② membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke bejana
③ kumur-kumur
④ istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung)
⑤ mengusap semua bagian kepala kita

Apa dalil dari sunnah-sunnah di atas?

Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwasanya Abdullāh Ibni Zayd radhiyallāhu 'anhu pernah ditanya tentang bagaimana wudhū' nya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Saat itu kemudian Abdullāh Ibni Zayd meminta 1 bejana air. Kemudian berwudhū' seperti wudhū' nya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

سأل عبد الله بن زيد عن وضوء النبي صلى الله عليه وسلم فدعا بتور من ماء فتوضأ لهم وضوء النبي صلى الله عليه وسلم فأكفأ على يده من التور فغسل يديه ثلاثا ثم أدخل يده في التور فمضمض واستنشق واستنثر ثلاث غرفات ثم أدخل يده فغسل وجهه ثلاثا ثم غسل يديه مرتين إلى المرفقين ثم أدخل يده فمسح رأسه فأقبل بهما وأدبر مرة واحدة ثم غسل رجليه إلى الكعبين

Kemudian Abdullāh Ibni Zayd menumpahkan air ke tangannya (dari bejana itu) (tangannya tidak dimasukkan ke bejana air tapi ditumpahkan) kemudian dibasuh 3x, kemudian tangan yang sudah bersih tadi dimasukkan ke dalam bejana dan mengambil air untuk berkumur-kumur, memasukkan air ke kehidung (istinsyaq) kemudian mengeluarkannya (istintsar) sebanyak 3x. Kemudian tangannya dimasukkan lagi ke bejana dan membasuh muka 3x. Kemudian membasuh tangan 3x sampai siku. Kemudian memasukkan tangannya lagi ke tempat air dan mengusap kepalanya dari depan ke belakang dan kembali dikedepankan lagi 1x. Dan (yang terakhir) membasuh kedua kakinya sampai mata kaki (3x).

Ini semua menunjukkan bahwasanya itulah wudhū' yang sempurna yang disunnahkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Sunnah wudhū' yang berikutnya adalah :

⑥ Mengusap kedua daun telinga menggunakan air yang baru (bukan air bekas membasuh kepala) untuk mengusap baik bagian dalam dan bagian luarnya.

Caranya:
Kedua telunjuk kita masukkan ke dalam lubang telinga, kemudian ibu jari diletakkan dibelakang telinga kemudian diputar ke depan, dilakukan 1x (sama dengan mengusap kepala 1x).
⑦ Menyela-nyela jenggot tebal kita dengan jari yang telah dibasahi air.

Disela-selakan karena agar air wudhū' sampai ke dalam kulit dagu. Kalau hanya dilewatkan saja maka tidak mengenai kulit dagu, terutama kalau jenggot kita tebal.

Namun ini sunnah, artinya kalau orang membasuh muka dan cukup bagian depan atau luarnya saja dari jenggot yang tebal sebenarnya sudah mencukupi, tetapi sunnahnya kita mensela-selai jenggota yang tebal dengan jari.

Demikian, in syā Allāh kita lanjutkan ke halaqoh berikutnya.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Fadhillah Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Monday 23 March 2015

Belajar fiqih 21

�� Halaqoh 21
�� Sunnah-sunnah Wudhū' (bag 1)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله و كفى والصلاة والسلام النبي الرحمة، نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين

Ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allāh, pada kesempatan kali ini (halaqoh ke-21) kita akan membahas masalah baru yaitu tentang sunnah-sunnahnya wudhū'.

Muallif berkata:
Pasal tentang sunnah-sunnahnya wudhū' ada 10 macam:
① Tasmiyyah/membaca basmalah (Bismillāh atau Bismillāhirrahmānirrahīm)

Dalil tentang sunnahnya membaca basmalah ketika hendak wudhū' adalah :
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasāi dalam sanad yang bagus.

Dari Anas radhiyallāhu 'anhu berkata; bahwasanya dia menceritakan sebagian shahabat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mencari air wudhū' untuk berwudhū', namun mereka tidak mendapatinya. Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bertanya: "Apakah ada salah seorang diantara kalian yang memiliki air?". Kemudian didatangkanlah kepada Beliau 1 bejana (tempat) air. Kemudian Beliau letakkan tangannya yang mulia didalam air tersebut dan Beliau bersabda: "Berwudhū'lah kalian wahai para shahabatku dengan mengucapakan 'Bismillāh'. Kemudian aku (Anas bin Malik) melihat air itu memancar dari sela-sela jari-jari Beliau sehingga semua shahabat kebagian wudhū' yang jumlah mereka mencapai 70 orang."

Hadits ini merupakan mu'jizat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, membuktikan tentang kenabian Beliau, dimana salah satu bentuk mu'jizat itu adalah keluarnya air dari sela-sela jari Beliau dengan jumlah yang sangat banyak sehingga para shahabat bisa berwudhū' semuanya.

Sabda beliau yang menyebutkan "Berwudhū' lah kalian dengan membaca 'Bismillāh'" ini menunjukkan bahwa membaca Bismillāh hukumnya sunnah.

② Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bejana.

Ini kalau wudhū' nya tidak menggunakan kran air/pancuran maka disunnahkan sebelum kita memasukkan tangan kita kedalam bejana maka harus kita cuci dahulu, karena barangkali didalam tangan kita ada najis atah kotoran yang akan mengotori air yang akan kita gunakan untuk berwudhū'.

③ Berkumur-kumur (madhmadhah) dan memasukkan air ke hidung (istinsyāq)

· madhmadhah: memasukkan air ke dalam mulut kemudian digerak-gerakkan dan lebih sempurnanya dibuang dengan kuat supaya hilang kotoran yang ada dalam mulut.
· istinsyaq: memasukkan air ke hidung kemudian dihirup sedikit sampai kepangkal hidung kemudian dikeluarkan kembali. Ini juga fungsinya untuk membersihkan rongga hidung dari kotoran-kotoran yang mungkin menempel di dalamnya.

Sunnah madhmadhah dan istinsyaq ini. diambil dengan 1 tangan dan sekaligus. Jadi mengambil air dengan telapak tangan kita kemudian kita kumur-kumur dan sekalian hirup kehidung kemudian dikeluarkan dan dilakukan sebanyak 3x.

④ Mengusap seluruh bagian kepala

Yang wajib adalah mengusap sebagian saja (tapi ada yang mengatakan mayoritas kepala adalah yang fardhu) namun kalau diusap semuanya maka hukumnya sunnah.

Dan kalau ini dilakukan tentunya akan menjadi wudhū' yang sempurna.

In syā Allāh nanti akan kita lanjutkan tentang apa dalil sunnah ini pada halaqoh selanjutnya.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor :  Farid Fadhillah Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 20

➖➖➖➖➖
�� Halaqoh 20
�� Furūdhul wudhū' (bag 4)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله و كفى والصلاة والسلام النبي المصطفى، نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين

Ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allāh, pada kesempatan kali ini kita memasuki halaqoh yang ke-20 dari syarh matan Abu Syujā'. Pada kesempatan sebelumnya kita telah membahas furūdhul wudhū' yang 3 dan sudah menginjak yang 4 yaitu membasuh sebagian kepala (مسح بعد الرأس), memang khilaf dikalangan ulama.

Ada yang mengatakan bahwasanya فمسح برأسكم (Hendaklah kalian mengusap kepala kalian), huruf ب disini li at-tab'īdh (untuk menyatakan makna sebagian) jadi cukup sebagian kepala yang diusap. Inilah yang dijadikan dalil bahwasanya kepala itu tidak wajib diusap semuanya.

Demikian juga hadits yang disebutkan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berwudhū' ketika menggunakan imamah dengan mengusap bagian dahi Beliau kemudian meneruskannya ke imamah.

Tetapi disana ada pendapat lain yaitu bahwasanya fardhu (wajib) nya wudhū' adalah mengusap mayoritas kepala, tidak hanya bagian depan atau sebagian saja.

Dalil :
Hadits dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya dalam bab :

باب ما جاء في مسح الرأس أنه يبدأ بمقدم الرأس إلى مؤخره

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memulai membasuh kepala dari depannya sampai ke bagian belakangnya (artinya mayoritas kepala diusap)

Haditsnya:

عن عبد الله بن زيد أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مسح رأسه بيديه فأقبل بهما وأدبر بدأ بمقدم رأسه ثم ذهب بهما إلى قفاه ثم ردهما حتى رجع إلى المكان الذي بدأ منه ثم غسل رجليه

Dari 'Abdillah Ibn Zayd, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusap kepala Beliau dengan ke-2 tangannya kemudian mengusap ke belakang dan kemudian ke depan lagi, dimulai dari bagian depan kepala kemudian sampai ke tengkuk kemudian balik lagi ke depan (1 kali usapan), kemudian kembali ke tempat dimana Beliau memulai (yaitu bagian depan kepala), setelah itu membasuh ke-2 kakinya.

قال أبو عيسى وفي الباب عن معاوية والمقدام بن معدي كرب وعائشة قال أبو عيسى حديث عبد الله بن زيد أصح شيء في هذا الباب وأحسن وبه يقول الشافعي وأحمد وإسحق

Jadi yang shahih dari wudhū' adalah ketika membasuh kepala, yang benar adalah membasuh mayoritas kepala dengan 1 kali ucapan dimulai depan sampai ke tengkuk, kemudian kembali lagi ke bagian depan.

⑤ Fardhu yang ke-5 adalah membasuh ke-2 kaki sampai ke mata kaki.
Tentunya ketika membasuh kaki maka sela-sela jari juga harus ikut dibasuh karena termasuk bagian yang harus terkena air wudhū', dan tidak boleh meninggalkan bagian tersebut tanpa terkena air. Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengancam orang yang wudhū' nya tidak sempurna.

Beliau bersabda:

ويل للأعقاب من النار

"Celaka bagi tumit-tumit yang tidak terkena air wudhū' (nanti akan terkena oleh) api neraka."

Oleh karena itu saat wudhū' harus diperhatikan baik-baik, apakah semua aaggota wudhū' sudah basah atau belum. Jika belum, maka tidak mengapa diulangi karena merupakan fardhu dalam wudhū'.

Membasuh ke-2 kaki sampai 2 mata kaki (al-ka'bayn), mata kaki adalah 2 tulang yang muncul di kanan dan kiri kaki, jika lebih dari itu maka sunnah saja.

⑥ Fardhu yang ke-6 yaitu, semua itu harus dilakukan secara tertib/urut, tidak boleh dibalik (misal membasuh kaki dahulu baru muka dll) karena semua hadits yang menerangkan tentang sifat wudhū' Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu menyebutkan urutan.

Demikian. Mudah-mudahan kita bisa memahaminya dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.

Terima kasih.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Fadhillah Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 19

➖➖➖➖➖
�� Halaqoh 19
�� Furūdhul wudhū' (bag 3)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
الحمد لله و كفى والصلاة والسلام النبي المصطفى، نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين

Ikhwan dan akhwat para peserta kajian fiqh Asy-SyāFi'i yang dimuliakan Allāh, pada halaqoh yang ke-19 ini kita masih melanjutkan tentang furūdh al-wudhū' yang disebutkan oleh Muallif bahwa fardhu nya wudhū' ada ⑥;

① Niat, tempatnya di hati dan bukan di lisan (tidak dilafazhkan) ketika mulai pekerjaan/ibadah (yaitu saat membasuh muka pada wudhū').

② Membasuh muka
Kita sudah jelaskan bahwasanya muka batasannya adalah:
• lebarnya dari 1 daun telinga ke telinga yang lain
• panjangnya mulai dari tempat tumbuhnya rambut diatas dahi sampai ke dagu (tempat tumbuhnya jenggot)

③ Membasuh kedua tangan sampai ke siku
Siku merupakan bagian yang wajib dibasuh karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan dalam Al-Qurān bahwasanya:

فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ

"Maka basuhlah muka kalian dan tangan-tangan kalian sampai siku."

*siku termasuk bagian yang wajib dibasuh.

④ Kemudian setelah itu Allāh menyebutkan :

وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ

"Dan usaplah kepala kalian."

Kepala tidak dibasuh tapi cukup diusap.

Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang "bi ruūsikum" (بِرُؤُوسِكُمْ) ;
❶ apakah maksudnya huruf ب lil ilshāq (maksudnya semua kepala harus diusap), ب (ba) artinya tangan kita menempel di bagian kepala semua, atau
❷ apakah maksudnya huruf ب littab'iidh yaitu untuk sebagian.

Yang berpendapat bahwasanya sebagian kepala itu cukup diusap, berdasarkan hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang menyebutkan bahwasanya Beliau mengusap bagian dahi kemudian meneruskan ke imāmah, yaitu hadits Riwayat Muslim, dari Mughīrah Ibnu Syu'bah radhiyallāhu 'anhu:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ ، فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ ، وَعَلَى الْعِمَامَةِ

"Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berwudhū' dan mengusap bagian dahi beliau dan meneruskannya ke 'imāmah."

Ini menunjukkan bahwasanya cukup sebagian kepala yang diusap.

Namun madzhab lain mengatakan bahwa huruf ب adalah lil ilshāq, yaitu sunnahnya semua kepala diusap, dan ini yang lebih rajih in syā Allāh.

Kemudian tentang wajibnya membasuh, kenapa anggota ini (terutama muka dan tangan) dibasuh dan bukan di usap?

Karena ada hadits yang shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu :

تَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي الْعَضُدِ ، ثُمَّ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى حَتَّى أَشْرَعَ فِي السَّاقِ ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى حَتَّى أَشْرَعَ في السَّاقِ ، ثُمَّ قَالَ : هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأُ. وَقَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : (أَنْتُمُ الْغُرُّ المُحَجَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ إِسْبَاغِ الْوُضُوءِ ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ فَلْيُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيلَهُ [رواه مسلم].

"Beliau berwudhū' kemudian membasuh mukanya dan menyempurnakan wudhū' nya. Kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku kemudian membasuh tangan kirinya sampai siku (bahkan sampai lengan). Kemudian beliau mengusap bagian kepalanya. Kemudian membasuh kaki kanannya hingga sampai ke betis. Kemudian membasuh kaki kirinya juga sampai betis. Kemudian Beliau menyebutkan: "Demikianlah aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berwudhū'."

Kalau shahabat mengatakan "aku melihat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam", maka bahwasanya hadits tersebut hukumnya marfu', sekalipun yang cerita adalah shahabat Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu.

Demikianlah tentang dalil yang menunjukkan bahwasanya muka dan tangan harus dibasuh, termasuk juga kaki sampai ke mata kaki.

⑥ Tartib, semua dilakukan dengan cara urut karena semua dalil menunjukkan bahwasanya wudhū' dilakukan secara berurutan dan tidak pernah salah satunya mendahului yang lain.

Demikianlah yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 18

➖➖➖➖➖
�� Halaqoh 18
�� Furudhul wudlu' (bag 2) : Definisi Niat
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-----------------------
بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat para peserta kajian fiqh syarh Matan Abu Syujā' yang dimuliakan Allāh, pada kesempatan kali ini kita memasuki halaqoh yang ke-18 dan kita masih membahas furūdhul wudhū'.

Yang pada halaqoh sebelumnya sudah kita bahas tentang niat dan membasuh muka.

Untuk niat ada sedikit tambahan bahwasanya:
• niat secara bahasa adalah:

القصد والعزم على شيء 

Bertujuan dan berkeinginan untuk melakukan sesuatu (dengan sungguh-sungguh)

• niat secara istilah
Para ulama memiliki perbedaan;
√ Menurut Madzhab Hanafiyyah

قصد الطاعة والتقرُّب إلى الله تعالى في إيجاد الفعل

Disebutkan oleh Ibnu 'Ābidīn:
Niat adalah tujuan hati untuk melakukan keta'atan dan mendekatkan diri kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk melakukan suatu perbuatan.

√ Menurut Madzhab Maliki

قصد المكلف الشيءَ المأمور به

Niat adalah tujuan seorang mukallaf untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan.

√ Menurut Madzhab Syāfi'i
Disebutkan oleh Imam Al-Mawardi (termasuk pembesar ulama SyāFi'iyyah)

قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرَناً بِفِعْلِهِ وَ مُحَلُّهَا اْلقَلْبُ

Niat adalah tujuan untuk melakukan sesuatu disertai dengan perbuatan tersebut.

Makanya dalam madzhab SyāFi'i disebutkan bahwa syaratnya niat adalah ketika mulai membasuh muka, jadi niat itu dihadirkan ketika pekerjaan mulai dikerjakan.

Adapun kalau dia berniat untuk melakukan sesuatu namun pekerjaannya dilakukan terlambat, misal sekarang niat lalu 1 jam kemudian baru dikerjakan maka belum bisa dinamakan niat tapi 'azzam (berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang belum dikerjakan).

√ Menurut Imam Nawawi (seorang ulama besar SyāFi'iyyah)

عزم القلب على عمل فرض أو غيره

Niat adalah keinginan hati untuk mengerjakan sesuatu yang fardhu (wajib) atau yang sunnah.

Jadi intinya, keinginan hati untuk melakukan sebuah amalan terutama dalam masalah ibadah.

√ Menurut Madzhab Hanabilah
Dikatakan oleh Imam Al-Bughuti

وشرعًا: العزم على فعل العبادة تَقرُّبًا إلى الله تعالى

Niat adalah keinginan hati untuk melakukan sebuah ibadah (dengan niat) untuk mendekatkan diri kepada Allāh Ta'āla.

Niat yang dimaksud adalah niat dalam ibadah yang dengannya ibadah itu ditentukan diterima atau tidak, jika niatnya karena Allāh maka ibadah itu diterima dan kalau tidak karena Allāh maka jadi sia-sia.

Kalau kita perhatikan, niat disini semua menunjukkan bahwasanya niat adalah perbuatan hati, bukan perbuatan mulut yang diucapkan dengan lisan.

Oleh karena itu mengatakan talaffuzh niyāt (melafazhkan niat) itu tidak ada dalilnya, baik dari AlQurān maupun AsSunnah dan para ulamapun tidak menyebutkan. Yang kita lihat tadi adalah ta'rīf ulama besar dari masing-masing madzhab. Tidak ada yang menyebutkan niat adalah talaffuuzh bil lisān, tidak, semua berkata 'azmul qalbi (keinginan hati).

Ini menunjukkan bahwa para ulama sepakat niat itu tempatnya dihati, tidak perlu diucapkan "nawaytu" atau "ushalli fardha", tidak perlu, karena niat itu didalam hati.

Ketika kita sudah membasuh muka (atau membasuh tangan sebelum muka), sebenarnya kita sudah niat dalam hati, karena untuk apa kita cuci tangan kalau bukan untuk wudhu.

Dan ini disemua ibadah sama, baik wudhu, shalat, puasa, zakat, semua niat cukup dihadirkan dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan di lisan.

Bahkan sebagian ulama mengatakan "talaffuzh bin niyyāt termasuk bid'ah", karena tidak ada dalil. Kalau tidak ada dalil tapi kita menganggapnya sebagai ibadah, apalagi kalau bukan menambah hal baru dalam masalah agama.

Oleh karena itu, dalam kita beragama dan melaksanakan dīn yang mulia ini harus berdasarkan dalil.

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

"Setiap dari pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan ditanya." (Al-Isra 36)

Dihadapan Allāh akan ditanya ada dalilnya atau tidak. Jika kita menjawab hanya sekedar ikut-ikutan maka tidak akan diterima jawaban tersebut.

Jika ada dalil kita kerjakan dan jika tidak ada dalil maka kita tinggalkan.

Itulah agama yang mulia ini.

Terima kasih.

وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Tuesday 17 March 2015

Belajar fiqih 17

�� Halaqoh 17
�� Furudhul wudhu' (Bagian 1)
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Para peserta kajian fiqh Asy-Syāfi' yang dimuliakan Allāh, pada kesempatan kali ini kita memasuki sesi baru, bagian yang ke-17 dari silsilah kajian kita dan pada kesempatan ini kita alan bahas tentang fashl (bab) baru yaitu tentang bab al-wudhu'.

Muallif menyebutkan :

Pasal bahwasanya fardhu nya wudhu itu ada 6 macam;
① Niat ketika membasuh muka
② Membasuh muka
③ Membasuh ke-2 tangan sampai ke siku
④ Mengusap sebagian dari kepala
⑤ Membasuh ke-2 kaki sampai mata kaki
⑥ Semua itu (1-5) harus dilakukan secara tertib/urut.

Apa dasar dari furūdhil wudhu' ini? kenapa disebut furūdh (sesuatu yang harus dilakukan) dalam wudhu dan tidak boleh ditinggalkan?

Disebut furūdh (fardhu) karena telah ditetapkan dan diperintahkan dalam AlQurān oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yaitu dalam surat Al-Maidah 6. Allah berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berdiri hendak melakukan shalat maka:
⑴ basuhlah wajah-wajah kalian
⑵ dan basuhlah tangan-tangan kalian sampai ke siku
⑶ usaplah kepala kalian (atau sebagian kepala kalian)
⑷ dan basuhlah kedua kaki hingga ke mata kaki

Inilah yang dijadikan dasar kenapa membasuh 4 anggota ini sebagai furūdh wudhu.

Adapun niat difardhukan karena Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ... (رواه البجاري و مسلم)

Hadits 'Umar Ibn Khattāb radhiyallāhu 'anhu, bahwasanya dia mendengar Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Sesungguhnya amalan-amalan tergantung kepada niatnya... "

Artinya amalan, baik ibadah maupun lainnya, tidaklah bisa bernilai ibadah kecuali jika disertai niat karena Allāh, dengan tujuan untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

• Niat dilakukan kapan? Ketika awal mulai pekerjaan yaitu apabila berwudhu maka dia berniat ketika hendak membasuh muka.

• Apa yang dimaksud muka? mana batasannya?
Muka itu adalah melebar dari 2 daging dari 2 daun telinga yang menonjol, itulah batas muka. Adapun panjangnya muka adalah dari tempat tumbuhnya rambut yang normal sampai ke bagian bawah dagu (jenggot bagi laki-laki dan bagian bawah dagu bagi wanita)
√ Apabila ada orang yang botak maka tidak dihitung botaknya tapi dihitung dari awal rambut saat masih tumbuh.

Semua terbasuh dengan air sehingga wudhunya menjadi sempurna.

Demikian halaqoh ini, kita cukupkan.
In syā Allāh kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 16

�� Halaqoh 16
�� Waktu-waktu Yang Dianjurkan Untuk Bersiwak
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat yang saya cintai dan saya hormati, pada kesempatan kali ini kita memasuki halaqoh yang ke-16 dan kita masih melanjutkan tentang hukum siwak dan waktu-waktu yang disunnahkan untuk bersiwak.

Dikatakan oleh Muallif :
Bahwasanya bersiwak pada 3 tempat berikut adalah sangat disunnahkan dan diutamakan.

① Sangat disunnahkan untuk bersiwak ketika bau mulut berubah (bau menyengat) dikarenakan azmin (sukūtun thawīl/diam yang lama) atau karena yang lainnya.

Bau mulut itu bisa berubah karena dia lama tidak mengkonsumsi makanan, seperti orang yang berpuasa atau orang yang bangun tidur (akan dibahas tersendiri)

Yang jelas, orang yang lama tidak mengkonsumsi makanan biasanya bau mulutnya akan lebih terasa, maka ini disunnahkan untuk bersiwak.

② Bau mulut berubah karena hal yang lain, misal seperti mengkonsumsi makanan-makanan yang menimbulkan bau, seperti bawang, daun bawang, bawang putih dan lainnya, terutama yang mentah (tidak dimasak), ini menimbulkan bau mulut yang cukup menyengat.

Oleh karena ketika seseorang habis makan makanan yang menimbulkan bau (pete atau makanan lain yang baunya sangat kuat) disunnahkan untuk bersiwak supaya tidak mengganggu oranglain.

③ Disunnahkan juga untuk bersiwak ketika dia bangun dari tidur. Karena orang yang tidur biasanya bau mulutnya akan sangat kuat karena semalaman dia tidak mengkonsumsi makanan sementara lambungnya terus bekerja.

④ Seseorang sangat dianjurkan untuk bersiwak ketika dia akan pergi melakukan shalat berjama'ah ke masjid (terutama untuk laki-laki) karena dia akan bertemu dengan banyak orang.

Bahkan orang yang memakan makanan yang bau seperti daun bawang, bawang merah, bawang putih, itu dilarang oleh Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk mendekati masjid.

Kata Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

من أكل من هاتين الشجرتين الخبيثتين ، فلا يقربن مساجدنا فإن الملائكة تتأذى مما يتأذى منه الإنس

"Barangsiapa yang makan dari buah daun ini (maksudnya bawang merah dan bawang putih atau daun bawang an bawang) maka janganlah mendekati masjid kami (jangan shalat berjama'ah), karena malaikat yang hadir di masjid (untuk menyaksikan shalat berjama'ah) akan terganggu seperti manusia (juga terganggu oleh manusia yang tidak membersihkan mulut/giginy ketika mau shalat karena baru mengkonsumsi benda-benda yang menyebabkan berubahnya bau mulutnya menjadi tidak sedap)."

Termasuk juga bukan hanya bau mulut, tapi bau keringat, bau kaus kaki, bau baju yang lama tidak dicuci ini juga termasuk hal-hal yang mengganggu jama'ah lain dan tentunya malaikat juga terganggu.

Oleh karena itu masalah bau ini diqiyaskan kepada bau-bau yang mengganggu jama'ah yang lain. Kalau dia akan mengganggu oranglain, kekhusu'annya akan terganggu, bahkan kadang-kadang orang ada yang pindah dari samping orang yang bau tadi karena tidak tahan, sehingga shalatnya tidak akan khusyu'. Daripada dia tidak khusyu' maka lebih baik dia pindah. Ini adalah indikasi bahwa dia tidak layak untuk shalat berjama'ah, bahkan Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang dengan mengatakan "Janganlah dia mendekati masjid kami, ketika seseorang hendak shalat disunnahkan untuk bersiwak."

• ADAB BERSIWAK •
Kemudian adab bersiwak disebutkan ada beberapa adab, yaitu:

⑴ Menggunakan kayu arak (ini yang paling bagus).

Kalau tidak ada maka bisa menggunakan apa saja yang bisa menghilangkan kotoran dari gigi seperti sikat gigi, pasta gigi atau semacamnya. Itu juga berfungsi seperti siwak sehingga tidak mengapa dipakai.

⑵ Disunnahkan bersiwak mulai dari sebelah kanan karena Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

كان رسول الله يحب التيامن في تطهره وترجله وطهوره وفي شأنه كله

Bahwasanya Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam senang memulai dari sebelah kanan dalam bersucinya, dalam memakai sisir dan semua urusan (yang berpasangan kanan kiri maka Beliau selalu mendahulukan yang sebelah kanan). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya.

⑶ Disunnahkan bersiwak dari arah atas ke bawah (gigi digosok dari atas ke bawah, bukan dari kanan ke kiri). Karena dengan menggosok dari atas ke bawah itu dia akan membersihkan gigi tanpa merusaknya. Sedangkan kalau menggosok dengan cara melintang akan bisa merusak gusi.

⑷ Disunnahkan untuk berkumur-kumur dulu sebelum bersiwak untuk menghilangkan kotoran-kotoran atau sisa-sisa makanan yang ada dimulut.

⑸ Disunnahkan membersihkan siwak setelah dipakainya supaya tidak ada kotoran yang tersisa di siwak tersebut yang nanti dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.

⑹ Disunnahkan anak kecil (anak-anak kita) dibiasakan untuk menggosok gigi, baik dengan menggunakan kayu arak ataupun sikat gigi supaya mereka terbiasa menjaga kebersihan. Sehingga ketika dewasa dia tidak perlu lagi disuruh-suruh atau malas untuk bersiwak yang itu merupakan ajaran yang sangat mulia dari dīnul Islam, syari'at Islam yang sempurna ini.

Demikianlah halaqoh yang ke-16 ini, mudah-mudahan bermanfaat.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Sunday 15 March 2015

Belajar fiqih 15

�� Halaqoh 15
�� Sunnahnya Siwak
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
 
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَسْتَهْدِيْهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ باللّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.

اَللَّهُمَّ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي.

Ikhwan dan akhwat, para peserta kajian fiqh Syafi'i dari kitab Syarh Matan Abu Syujā' yang dimuliakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada pertemuan kali ini kita akan lanjutkan pembahasan tentang :

• Penggunaan Siwak Dalam Membersihkan Mulut Kita •

Siwak secara bahasa adalah menggosok (addalk الدلك).
• Siwak juga digunakan/diithlaqkan  untuk alat yang dipakai untuk menggosok gigi.
• Disebut assiwāk atau almiswāk (alat yang digunakan untuk membersihkan gigi)
• Assiwāk juga digunakan untuk perbuatan "menggosok gigi".
• Siwak (melakukan gosok gigi) bisa menggunakan alat apa saja yang agak kasar yang bisa membersihkan kotoran yang ada pada gigi.

Namun yang paling baik, siwak itu menggunakan kayu arak (semacam akar dari pohon arak yang banyak tumbuh di daerah gurun pasir). Akar ini ketika dipotong maka didalamnya ada serat yang sangat halus, lebih halus dari bulu sikat gigi.

Keistimewaan pohon arak ini memiliki zat-zat yang sangat bermanfaat untuk gigi, menguatkan dan melindungi gigi dan menguatkan gusi dari pendarahan dan kerusakan.

Oleh karena itu Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menggunakan kayu arak ini sebagai alat untuk bersiwak.

Namun pada hakikatnya siwak adalah perbuatan untuk membersihkan gigi tersebut.

Oleh karena itu, sekalipun tidak menggunakan kayu arakpun, sunnah ini bisa kita lakukan.

Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, dari 'Aisyah radhiyallāhu 'anhā, Beliau bersabda:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

"Siwak bisa membersihkan mulut dan menyebabkan keridhaan Allāh."

Oleh karena itu, siwak hukumnya sunnah.

Dan Muallif mengatakan: Membersihkan (menggosok) gigi dengan siwak hukumnya sunnah pada setiap keadaan.

Jadi kapanpun kita menggunakan siwak itu hukumnya sunnah.

Dalam madzhab Syafi'i, apabila telah tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa itu hukumnya tidak sunnah lagi, tetapi makruh.

Jadi apabila ada orang puasa maka sebaiknya dia tidak gosok gigi setelah lewat tengah hari atau setelah tergelincirnya matahari.

Apa alasan madzhab Syafi'i mengambil hukum tersebut?

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallāhu 'anhu, bahwasanya Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Bau mulutnya orang yang berpuasa itu lebih harum (nanti baunya) disisi Allāh dari minyak misk (kasturi)".

Dan baunya mulut orang puasa biasanya mulai menguat setelah tergelincir matahari.

Oleh karena itu, setelah tergelincir matahari orang yang berpuasa tidak perlu membersihkan gigi lagi karena bau mulutnya akan berakibat sangaz harum di akhirat kelak disisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita tahu bahwasanya:
• minyak misk baunya sangat harum
• harganya sangat mahal karena sulit mendapatkannya.
• diambil dari keringat atau riak kijang yang berlari dengan sangat kencang dan diambil lendirnya dan dijadikan sebagai bahan baku minyak misk.

Ketika orang berpuasa itu dia muncul yang tidak sedap, ini Allāh ganti nanti di akhirat dengan bau yang sangat harum karena munculnya bau ini diakibatkan karena ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Seperti orang yang mati syahid kemudian dia terluka dengan luka yang berdarah, maka itu nanti di akhirat akan dirubah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

َاللَّوْنُهُ لَوْنُهَا الدَّمِ وَالرَّائِحَةُ رَائِحَةُ الْمِسْكِ

Orang yang terluka di medan perang dan mati syahid maka dihadapan Allāh akan menghadap dengan luka yang ada seperti didunia (darah berwarna merah) namun baunya sangat harum karena luka itu disebabkan perjuangan untuk membela agama Allāh.

Namun madzhab tentang makruhnya bersiwak setelah tergelincir matahari ini dibantah oleh Imam An-Nawawi. Imam An-Nawawi adalah seorang mujtahid besar juga dalam madzhab Syafi'i dan beliau juga menyelisihi imamnya.

Beliau mengatakan bahwasanya bersiwak secara umum itu sunnah, baik sebelum maupun setelah tergelincir matahari karena tidak ada dalil yang khusus tentang pelarangan tidak bolehnya seseorang itu bersiwak setelah tergelincirnya matahari.

واختار النووي عدم الكراهة مطلقاً

Imam An-Nawawi memilih bahwa tidak makruh secara muthlaq bagi orang yang berpuasa baik sebelum maupun sesudah tergelincir matahari. (dikatakan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmū' juz 1 hal 269 dan Minhājuth Thalibīn hal 35)

Demikian yang terkait dengan sunnahnya siwak dan madzhab Syafi'i dalam masalah ini.

Terima kasih

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Thursday 12 March 2015

Belajar fiqih 14

�� Halaqoh 14
�� Haramnya Bejana Emas dan Perak
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allāh, kita lanjutkan pada sesi ke-14 ini yaitu masih membahas tentang cara mensucikan kulit binatang yang mati terbunuh tanpa disembelih dengan cara yang benar (syar'i) itu hukumnya bangkai tetapi bisa dimanfaatkan penggunaannya kalau dia sudah disamak atau dibersihkan dari kotoran dan sisa-sisa daging, kemudian dikeringkan, setelah dibersihkan dan dibubuhi beberapa zat yang bisa mengawetkan sehingga tidak timbul bau lagi. Itu bisa dimanfaatkan kecuali kulit anjing dan babi serta yg dilahirkan dari salah satu dari keduanya. Muallif jg menyebutkan bahwa tulang dan rambut dari bangkai tersebut hukumnya najis tidak bisa dimanfaatkan kecuali bangkai manusia atau jenazah manusia maka itu tidak najis.

Karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah berfirman tentang sucinya jenazah manusia:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

"Dan telah Kami muliakan anak Adam (manusia) dan telah Kami bawa didarat dan dilautan dan Kami berikan rizqi mereka dari benda-benda yang suci dan baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluq yang Kami ciptakan dengan beberapa kelebihan."

Manusia memiliki kemuliaan sekalipun dia sudah meninggal, dia tidak najis seperti hewan pada umumnya.

Setelah fashl (bab) ini, muallif membawakan bab baru yaitu:

Bab tentang tidak diperbolehkan menggunakan alat-alat rumah tangga (perabotan) yang terbuat dari emas dan perak, apa yang boleh dipakai dan apa yang tidak boleh dipakai dari perabot rumah tangga.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari shahabat Hudzaifah Ibnu Yaman radhiyallāhu 'anhu, aku mendengar Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian memakai pakaian yang terbuat dari sutra (tebal dan mahal) dan janganlah kalian minum dari bejana (tempat air) yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula makan dari piring yang terbuat dari keduanya karena emas dan perak itu untuk orang-orang kafir di dunia dan untuk kita (kaum muslimin) di akhirat kelak."

Jadi orang Islam tidak boleh memakai bejana, piring, sendok, gelas dan semacamnya dari perabot rumah tangga yang terbuat dari emas dan perak.

Hikmah pelarangan ini jelas bahwasanya emas dan perak adalah barang mahal dan berharga yang boleh dipakai untuk perhiasan kaum wanita. Namun kalau dijadikan perkakas rumah tangga ini sudah berlebih-lebihan dan tidak memperhatikan hajat faqir miskin, disana banyak orang yang tidak bisa membeli beras, makanan namun orang-orang kaya menggunakan barang yang sangat mahal hanya untuk sekedar tempat makan dan minum.

Dan dikatakan oleh Rasulullāh bahwasanya piring emas dan perak itu untuk orang kafir di dunia, adapun orang Islam tidak boleh menggunakannya karena mereka akan mendapatkannya di akhirat kelak.

Penggunaan barang-barang (perkakas) dari emas dan perak diharamkan secara umum, baik untuk laki ataupun perempuan.

Dan kita boleh menggunakan perkakas lain selain emas dan perak, apakah itu tembaga, porselain, kaca, itu boleh dipakai asal bukan terbuat dari emas dan perak.

Zaman dahulu, kalau ada bejana yang pecah maka ditambal dengan perak untuk perekatnya, bolehkah digunakan?

Kata para ulama, kalau sedikit boleh. Namun kalau banyak dan menjadi hiasan, itu hukumnya haram. Apalagi emas, emas secara umum tidak boleh baik sedikit maupun banyak, itu dikatakan haram dan tidak boleh digunakan sekalipun dia sebagai alat perekat, kalau perak masih dibolehkan karena perak harganya jauh lebih murah dibanding emas.

Itu yang terkait dengan bejana dan perkakas yang diharamkan untuk dipakai yaitu yang terbuat dari emas dan perak atau yang disepuh dan dikasih hiasan dengan emas atau perak, bukan karena darurat (perekat atau menambal yang pecah/lubang).

Itu yang bisa kita sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Fadhillah Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Belajar fiqih 13

�� Halaqoh 13
�� Cara Membersihkan Kulit Bangkai
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَكَفَى وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

اَللَّهُمَّ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي.

Ikhwan dan akhwat yang saya hormati, pada pertemuan kali ini sesi yang ke 13 kita akan melanjutkan apa yang sudah kita sampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu tentang macam-macam air yang sudah kita bahas sampai macam yang ke-4 yaitu :

❹ Air yang terkena najis yang kurang dari 2 qullah hukumnya:
√ tidak boleh untuk bersuci dan air itu menjadi najis, atau
√ air lebih dari 2 qullah namun rasa, bau dan warnanya berubah maka berubah menjadi najis dan tidak bisa digunakan sama sekali untuk bersuci.
√ 2 qullah = 500 rithl baghdadi = 190 liter

Kemudian Muallif meneruskan. pembahasan baru :
• Pasal tentang benda-benda najis dan bagaimana cara mensucikannya •

Dan kulit bangkai itu bisa disucikan dengan cara disamak yaitu dengan cara membuang bagian dalam kulit yang lembek (seperti lemak dan daging) kemudian setelah itu diberi zat pengawet (atau menggunakan garam pada zaman dahulu) sehingga dia menjadi kering (dijemur) dan tidak berbau lagi.

Dengan demikian kulit itu menjadi bersih, tidak berbau dan bisa dimanfaatkan. Dan dia hukumnya suci, bisa dimanfaatkan menjadi tas, sepatu, jaket, dompet dan lain-lain, sekalipun asalnya kulit bangkai.

Karena Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari 'Abdullah bin 'Abbas radhiyallāhu 'anhumā, aku mendengar Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda : Apabila kulit hewan itu telah disamak maka dia telah suci (suci artinya bisa digunakan untuk beribadah atau untuk kebutuhan sehari-hari), kecuali kulit anjing dan babi dan yang dilahirkan salah satu dari kedua (hewan) tersebut."

Kulit anjing dan babi memang diharamkan penggunaannya baik dia disembelih secara benar maupun sudah menjadi bangkai.

Misalkan anjing kawin dengan srigala atau babi kawin dengan kambing (seperti pada beberapa negeri), menurunkan spesies baru maka tetap haram dan tidak bisa dibersihkan sehingga menjadi suci sekalipun sudah disamak seperti hewan lain dan tidak bisa dimanfaatkan.

Karena ke-2 nya itu najis ketika hidup, demikian setelah matipun najis dan tidak bisa diangkat kenajisannya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: "Telah diharamkan atas kalian bangkai dan darah serta daging babi dan apa-apa yang disembelih untuk selain Allāh." (Al-Maidah 3)

Muallif : Tulang, bangkai dan rambutnya juga haram/najis kecuali bangkai manusia (itu tidak najis).

Itulah yang bisa kita sampaikan, in syā Allāh kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.

Wednesday 11 March 2015

Belajar fiqih 12

�� Halaqoh 12
�� Air Musyammas dan Najis
�� Oleh Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto, MA
-------------------------

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
أَلْحَمْدُ لِلّهِ وَالصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Ikhwan dan akhwat yang saya hormati, pada sesi ke-12 ini kita akan lanjutkan pembagian air menurut madzhab Syafi'i.

Setelah kita sebutkan pada sesi sebelumnya bahwa air secara umum dibagi menjadi 4 macam;

ثم المياه على اربعة اقسام:

١. طاهر مطهر غير مكروه استعماله وهو الماء المطلق

❶ Air muthlaq, air yang suci dan mensucikan serta tidak dimakruhkan untuk memakainya.

٢. طاهر مطهر مكروه استعماله وهو الماء المشمس

❷ Air yang suci dan mensucikan namun dimakruhkan untuk dipakai bersuci, yaitu air musyammas.

• Apa maksud dari air musyammas? •
Air musyammas adalah air yang terkena sinar matahari yang sangat terik sehingga air itu menjadi panas dan dia berubah dari sifat aslinya yang disebut air muthlaq.

Air muthlaq akan menjadi air musyammas apabila dia berada dalam bejana yang terbuat dari besi atau seng dimana panasnya matahari akan berpengaruh kepada air tersebut dan bisa menyebabkan penyakit jika digunakan.

Ini menurut madzhab Asy-Syafi'i.

Namun sebenarnya tidak ada dalil yang shahih tentang larangan penggunaan air musyammas.

Adapun hadits yang mengatakan "Janganlah kalian memakai air musyammas karena dia bisa menyebabkan barash/sopak (penyakit kulit)" maka hadits ini lemah.

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmū', beliau berkata:

أنّ المشمَّس لا أصل لكراهته ولم يثبت عن الأطباء فيه شيءٌ

Air musyammas itu tidak ada dalil yang shahih tentang kemakruhannya dan para dokter (dari sisi kesehatan) juga tidak bisa membuktikan bahwa air musyammas ini menyebabkan penyakit, akan merusak kulit atau merubah kulit menjadi berwarna putih (barash).

Yang benar kata Imam An-Nawawi:

فالصواب الجزم بأنَّه لا كراهة فيه.

Air muysammas bisa dipakai dan tidak makruh.

Ini taqrīr dari Imam Nawawi sendiri, dimana Beliau merupakan ulama besar di madzhab Asy-Syafi'i.

Dan yang shahih, in syā Allāh, air musyammas itu tidak makruh dan boleh digunakan untuk bersuci, namun sebaiknya ketika panas kita dinginkan dulu supaya tidak menimbulkan efek yang kurang baik terhadap kulit kita.

٣. طاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل المتغير بما خالطه من الطاهرات

❸ Air suci namun tidak bisa membersihkan hadats adalah air yang sudah dipakai untuk bersuci (musta'mal). Dan air yang berubah karena tercampur dengan sesuatu yang suci yaitu :

¹ Air yang bekas dipakai bersuci tidak boleh digunakan untuk bersuci sekalipun airnya tidak najis.

² Air yang dicampur dengan sesuatu yang suci, misal air sirup, air teh, air kopi, air bunga dan lainnya, itu airnya suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci karena dia sudah berubah sifatnya dari air muthlaq.

٤. وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح

❹ Air yang najis

Air yang bercampur najis dan air ini kurang dari 2 qullah (ukuran air).

Atau air ini banyak (> 2 qullah) tapi terkena misal kotoran manusia dan berubah baunya, rasanya, warnanya maka ini menjadi najis.

Atau air ini sedikit (1 ember) terkena najis maka otomatis air ini najis.

Namun kalau lebih dari 2 qullah (misal air 1 sumur besar) kemudian kejatuhan bangkai misalnya namun bangkai ini tidak merubah bau, rasa dan warna air tersebut maka air ini tetap suci karena Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

Dari 'Abdullāh Ibnu 'Umar radhiyallāhu 'anhumā, dia bertanya kepada Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang air yang berada di tengah padang pasir atau ditengah tempat yang terbuka kemudian air itu bekas diminum oleh binatang buas atau hewan.

Maka Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjawab :

ٳِذَا كَانَ اْلمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اْلخَبَثَ

"Apabila air telah lewat dari 2 qullah itu tidak terkena najis".

• 2 qullah itu berapa? •

2 qullah = 500 rithl baghdadi = 190 liter

وَهُوَ مِائَةٌ وَثَمَانِيَةٌ وَعِشْرُونَ دِرْهَمًا وَأَرْبَعَةُ أَسْبَاعِ دِرْهَم

Kalau air sudah lebih dari 500 rithl baghdadi maka itu tidak berubah kesuciannya kalau najis itu sedikit dan tidak merubah bau dan rasanya.

Demikian yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini.

Mudah-mudahan bermanfaat.

بِاللَّهِ التَّوْفِيْقِ وَ الْهِدَايَةِ.
وَصَلَّى اللّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
___________________
�� Transkriptor : Ummu 'Abdirrahman
♻ Editor : Dr. Farid Fadhillah Abu Abdillah
�� Murojaah : Ust. Abu Ziyad Eko Haryanto M.A.