spiritual kita seperti laut, kadang pasang kadang surut, jiwa kita seperti langit, kadang cerah kadang mendung, pengetahuan kita seperti kaca, kadang jernih kadang buram---------Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Saturday 31 October 2015

Pak Raden

Selamat Jalan, Pak Raden .........
Kami adalah generasi yg telanjur menikmati karyamu sebelum Sesame Street, Upin-Ipin, Sopo-Jarwo yg juga lumayan. Atau, Batman, Spider-man, Superman, dan semisal, atau Ultraman, Knight Rider, Sailormoon, atau semisal, yg memborbardir kami tatkala kami beranjak gede dan sedikit mengacaukan kami.

Kami dikenalkan baik dan buruk, tepat dan tidak tepat, susila dan asusila lewat Si Unyil-mu. Kami dikuatkan sopan kepada orang tua, menyapa ramah, beruluk salam lewat boneka wayang rekaanmu. Bahkan kami dikenalkan pergaulan alami antarjeniskelamin dan antargender, juga relasi antaretnis sebelum rerupa karakter etnis di Upin Ipin Sopo Jarwo ada.

Selamat jalan, semoga senantiasa ada pejuang pendidikan anak yg mewarisi kebaikan-kebaikan warisanmu.

Ternyata mudah obati Asam Urat

Untuk yg punya problem asam urat,saya punya pengalaman 20 thn yl saya ga bisa sholat krn engkelku bengkak ga bisa ditekuk...diberi oleh misanku kapsul asam urat dr Amerika(1 kapsul 8 ribu),sy minum 2 hari,cuma berkurang sdkt.... pas ke Condet ketemu org Lamongan,umurnya 110 th,masih gagah,lg nengok anaknya umur 90 thn yg kelihatan lbh tua....dia tanya,sampeyan kenapa mas?asam urat pak......oooo,coba cari nanas mateng satu dan lobak putih kira2 250 gram,di jus,tambah kemiri 3,diminum sekaligus.....berapa kali minumnya?.sekali saja cukup...terus minum lg kpn?
Utk penjagaan 3 bln sekali cukup....saya turuti langsung...asam uratku hilang sama sekali,sembuh sama sekali...sy ikuti tiap 3 bln minum jus tsb...Alhamdulillah sampai skrg sy ga pernah ngalamin lg....tak share ke bnyk kenalan ya bnyk yg cocok....mdh2an dulur ya bnyk yg cocok ya....

Thursday 29 October 2015

Orang Tua Digital

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Suatu malam di stasiun kereta api Tugu, Yogyakarta. Seorang ibu sedang menebar senyumnya, entah dengan siapa. Tapi bukan kepada orang di sekelilingnya, bukan pula kepada anaknya yang masih balita di sampingnya. Tampak sangat asyik. Diselai lorong sempit, suaminya duduk hamper berhadapan, tepatnya sejajar dengan anak lelaki mereka, juga tengah asyik dengan gadget ukuran cukup lebar di tangannya. Mungkinkah suami-istri sedang itu asyik bercanda melalui gadget? Sepertinya tidak. Ekspresi mereka menunjukkan keasyikan yang berbeda.

Anak lelakinya sesekali merajuk meminta perhatian, tetapi segera ditepis oleh ibunya, bahkan kadang agak ketus. Anak itu masih berusaha merebut perhatian ibunya, tapi tetap gagal. Lalu ia mencoba lagi meraih perhatian ayahnya. Tetap sama: gagal. Beberapa saat kemudian ibunya tiba-tiba dengan wajah penuh semangat berbicara kepada anaknya, meminta berdiri, lalu berpose sejenak untuk diambil gambarnya melalui gadget. Belum puas, sekali lagi anaknya diminta bergaya. Senyum lebar merekah dari keduanya. Tetapi sesudahnya, ibu itu kembali tenggelam dengan gadegtnya, membiarkan anak lapar perhatian.

Tak kehilangan akal, anak ini lalu menendang trolley bag miliknya. Jatuh. Ibunya segera merenggut tangannya dan memelototinya dengan marah. Anak laki-laki itu segera menangis, menunjukkan pemberontakannya. Gagal mendiamkan anaknya, meski upayanya belum seberapa, ibu itu segera meminta suaminya turun tangan. Tak kalah galak, ayah anak lelaki yang “malang” itu segera menampakkan kemarahan dan memaksanya diam. Tapi anak tetap menangis. Berontak. Anak itu baru diam sesudah jurus ancaman meninggalkan anak itu sendirian di stasiun, dilancarkan ayahnya.

Pemandangan menyedihkan. Inilah orangtua digital yang luar biasa sibuk, bukan karena banyaknya urusan, tetapi karena banyaknya percakapan di sosial media yang mereka ikuti. Orangtua memperoleh keasyikan dengan gadegtnya, tetapi anaknya menderita kelaparan perhatian.

Diam-diam saya bertanya, seperti apakah saya? Jangan-jangan saya pun telah menjadi orangtua digital yang menganggap semua persoalan dapat diselesaikan dengan up-date status twitter maupun facebook. Mesra di media sosial, tapi kering dalam berbincang tatap muka. Penuh jempol di laman facebook, tetapi yang bergerak hanya jari tengah dan telunjuk. Bukan jempolnya sendiri.

Pada anak-anak balita, mereka tak dapat mengimbangi dengan aktivitas internet. Tetapi mereka pun mulai belajar menikmati dunianya sendiri dengan gadget, game dan tontonan sembari pelahan-lahan belajar menganggap kehadiran orangtua sebagai gangguan. Di saat seperti itu, masihkah kita berharap tutur kata kita akan mereka dengar sepenuh hati?

Astaghfirullahal ‘adzim. Kepada Allah Ta’ala saya memohon atas lalai, lengah dan teledor saya terhadap anak-anak dan keluarga.

Tapi bukankah kita tidak dapat mengelak dari kehidupan digital? Emm… Mungkin ya, mungkin tidak. Berkenaan dengan ini, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:

Pseudo-Attachment: Seakan Dekat, tapi Tak Akrab 

Jika anak aktif di social media, orangtua memang sebaiknya berteman ataupun saling menjadi follower. Tetapi ini saja tidak cukup. Orangtua tetap perlu memperhatikan tingkat konsumsi anak terhadap social-media. Merespon status anak di social media juga sangat bagus, tetapi jika tidak mengimbangi dengan aktivitas nir-luring (off line) yang baik, kita dapat terjebak dalam pseudo-attachment (kedekatan semu), seakan saling dekat, padahal masing-masing sibuk dengan dunianya sendiri; sibuk narsis. Orangtua merasa dekat dengan anak, padahal mereka sebenarnya belum benar-benar saling mengenal.

Privasi atau Alienasi: Tetap Harus Ada Kontrol Orangtua 

Salah satu kata sakti di era digital ini adalah privasi. Terlebih sejumlah gadget memang menyediakan fitur yang memberikan privasi penuh. Tetapi satu hal yang harus kita ingat, memberi pupuk (padahal ini sangat bermanfaat) sebelum waktunya justru menjadikan tanaman mati. Bukan sekedar tidak berkembang. Begitu pun privasi, tanpa kendali yang baik dari orangtua di satu sisi, dan kepedulian serta empati yang kuat pada diri anak, member privasi penuh justru menjadi pintu awal alienasi. Anak terasing secara sosial, selfish dan egois. Jika ini terjadi, kecakapan sosial anak akan tumpul.

Apakah ini berarti kita tidak memberikan privasi? Kita tetap memberikannya sesuai tuntunan agama dengan takaran yang tepat. Kita memberikannya untuk hal-hal tertentu, misal berkenaan dengan penjagaan aurat, tetapi tidak membiarkan anak tenggelam dengan dunianya sendiri atas nama privasi. Soal gadget yang berkemampuan untuk melakukan aktivitas online misalnya, kita perlu mengingat bahwa anak perlu bekal memadai berkait etika berinternet dan memahami betul apa yang perlu dilakukan untuk memperoleh manfaat dari gadget. Bukan sekedar memperturutkan keasyikan.

Privasi juga hanya akan baik apabila sudah tepat waktunya untuk memberikan. Ibarat api. Jika anak belum dapat cukup matang, jangan biarkan anak bermain-main api sendirian.

Nah.

Mesin Pembunuh Itu Bernama Game Online

Jangan kaget. Saya harus menyebut dengan ungkapan menyeramkan karena memang sangat banyak kasus yang saya temukan. Gegara game online, anak yang tinggal setengah juz saja sudah hafal Al-Qur’an penuh 30 juz, akhirnya terdampak menjadi pecandu game online. Sanggup bermain terus-menerus hingga lebih dari 2 hari 2 malam tanpa istirahat. Mereka berhenti bermain hanya karena badannya sudah tidak kuat lagi menyanggah keinginannya. Berhenti karena tertidur. Ini berarti, anak yang telah kecanduan game online kelas berat hampir tak melakukan aktivitas lain di luar bermain game. Ini sangat mengerikan.

Ada pula yang sampai melakukan penipuan demi membeli level bermain game online yang lebih tinggi. Ini semua tentu tidak tiba-tiba. Ada tahapnya. Nah, yang perlu kita jaga adalah, anak yang belum kenal game online jangan sampai diantarkan ke pintu-pintunya semata karena temannya banyak yang bermain game online. Tiap orangtua punya arah (termasuk yang tidak tahu harus kemana). Kita harus mengendalikan arah pendidikan anak kita.

 
Time to Go Online: Kapan Kita Beri Kesempatan Anak Berselancar 

Boleh saja anak melakukan aktivitas online, tetapi kita perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, apakah budaya belajarnya telah tertanam kuat. Budaya belajar, bukan sekedar kebiasaan belajar. Jika budaya belajar belum mereka miliki, maka kegiatan online akan mematikan hingga ke akar-akarnya. Kedua, apakah anak telah memahami betul etika dunia maya serta manfaat apa yang akan mereka dapatkan. Jika mereka memiliki arah yang jelas, internet dapat menjadi fasilitas yang sangat bermanfaat. Tetapi jika tidak, mereka akan terkalahkan oleh internet dan tenggelam di dalamnya, termasuk tenggelam dalam aktivitas pacaran online. Ketiga, apakah anak memiliki kecakapan sosial yang memadai dan memiliki ikatan sosial yang baik dengan teman-teman maupun keluarga. Jika ini tidak ada, kita perlu persiapkan anak agar memiliki lingkungan hubungan sosial yang baik terlebih dahulu agar kelak tidak teralienasi dari kehidupan sosial atau bahkan kehidupan nyata pada tingkat minimal.

Usia berapa sebaiknya anak boleh melakukan kegiatan online? Jika benar-benar sampai pada tingkat kebutuhan, anak dapat memiliki alamat email dan kegiatan internet untuk mencari pengetahuan di usia sekitar 10 tahun. Syaratnya, tiga hal tadi telah ada. 

Wallahu a’lam bish-shawab.

Tuesday 27 October 2015

Sang Pemimpin Teladan

ِ Inilah sebuah potongan sejarah Penguasa Islam yang shalih, kuat dan tangguh. Seorang Pemimpin yang mendalami ilmu agama dan selalu bermajelis dengan para ulama. Seorang Pejabat yang mencintai kaum muslimin. Beliau adalah Al-Khalifah Ar-Rasyid Umar bin Abdul Aziz rahimahullah.

Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim seorang untusan kepada Penguasa Romawi, maka setelah menemuinya utusan tersebut keluar dari ruangannya seraya berkeliling, tatkala ia melewati salah satu ruangan, ia mendengar seseorang membaca Al-Qur’an sambil membuat adonan, maka ia pun mendatanginya lalu mengucapkan salam atasnya namun orang tersebut tidak membalas salamnya sampai dua atau tiga kali.

Orang itu pun berkata: Bagaimana mungkin ada ucapan salam di negeri (kafir) ini?

Sang utusan pun memberitahukan bahwa ia adalah utusan Khalifah Umar kepada Penguasa Romawi. Dan ia berkata: Apa yang terjadi padamu?

Orang itu menjawab: Aku tertawan di tempat ini dan itu (ketika berjihad), maka aku dibawa untuk menghadap Penguasa Romawi, lalu aku dipaksa masuk Kristen, aku pun menolak. Dia lalu berkata: Kalau kamu tidak mau maka aku akan membutakan dua matamu.

Aku pun memilih agamaku dibanding mataku, maka ia membutakan mataku dan menahanku di tempat ini, dan dikirimkan kepadaku setiap hari sebiji gandum untuk kuaduk dan sepotong roti untuk kumakan.

Maka sang utusan segera pulang menemui Umar bin Abdul Aziz, lalu ia mengabarkan berita tawanan muslim tersebut. Utusan berkata: Aku belum selesai bercerita tentang kisahnya, namun aku melihat air mata Umar bercucuran deras hingga membasahi di antara kedua tangannya, kemudian beliau memerintahkan untuk segera menulis surat kepada Penguasa Romawi:

Amma ba’du, telah sampai kepadaku berita tentang fulan bin fulan –lalu beliau menyebutkan ciri-ciri muslim yang tertawan tersebut-. Aku bersumpah demi Allah, apabila engkau tidak segera mengirimnya kepadaku maka sungguh aku akan mengirim pasukan-pasukan untuk menggempurmu yang barisan awalnya ada di depanmu dan barisan akhirnya ada di tempatku ini.

Dan ketika utusan itu kembali kepada Penguasa Romawi, dia bercerita: Aku kembali dengan sangat cepat, aku pun langsung menyerahkan kepadanya surat Umar bin Abdul Aziz, maka tatkala ia membacanya ia berkata: Kami tidak akan melawan orang shalih ini, kami akan mengirim tawanan tersebut kepadanya.

Aku pun tinggal (menunggunya melakukan persiapan) dan mengawasi kapan Raja Romawi ini akan membawa tawanan tersebut, maka pada suatu waktu aku datang dan ia sedang duduk di bawah singgasananya, aku pun tahu dari wajahnya bahwa ia sedang berduka. Ia berkata: Apakah kamu tahu mengapa aku duduk di bawah singgasana? Aku berkata: Tidak –aku seakan tidak tahu kesedihannya-.

Dia lalu berkata: Sesungguhnya telah datang berita dari sebagian orang-orangku bahwa orang shalih (Umar bin Abdul Aziz) telah meninggal dunia, maka aku pun melakukan ini.

Kemudian ia berkata: Sesungguhnya orang shalih apabila berada di antara kaum yang jelek, maka ia tidak akan tinggal lama bersama mereka untuk kemudian meninggalkan mereka.

Aku pun berkata kepadanya: Apakah engkau mengizinkan aku untuk pulang dan membawa tawanan itu bersamaku?

Maka ia berkata: Aku tidaklah tunduk kepada perintahnya ketika ia masih hidup kemudian mengingkarinya setelah ia mati.

Akhirnya, ia mengirim tawanan muslim itu bersamaku.

[Sirah Umar bin Abdul Aziz, karya Ibnu Abdil Hakam, hal. 168]

Kisah yang semisal pernah terjadi pada Khalifah Al-Mu’tashim Billah bin Harun Ar-Rasyid ghafarallaahu lahu, dan benar-benar terjadi peperangan di masanya, dan beliau berhasil menaklukan satu kota Nasrani yang bernama Amoria, dikarenakan seorang wanita muslimah yang ditawan di kota tersebut. Allaahu Akbar.

#Beberapa_Pelajaran:

1) Kekuatan iman kaum muslimin generasi Salaf dan berpegang teguhnya mereka dengan agama Allah ta'ala, itulah sebab pertolongan Allah 'azza wa jalla kepada mereka, hingga mereka mampu menundukkan berbagai negeri dan disegani oleh musuh.

2) Memilih akhirat yang kekal daripada dunia, dan berani menanggung penderitaan di jalan Allah demi kebahagiaan di akhirat kelak. Lihatlah tentara muslim yang tertawan lebih memilih matanya menjadi buta daripada harus melakukan kekafiran.

3) Teladan dari seorang pemimpin sejati; harus kuat dan memiliki ketegasan agar disegani dan ditakuti oleh musuh.

4) Teladan dari seorang pemimpin sejati; betapa beliau sangat peduli terhadap seorang muslim, betapa beliau sangat mencintai muslim tersebut.

5) Gambaran persaudaraan kaum muslimin yang kokoh, bagaikan sebuah bangunan, atau bagaikan satu tubuh, tanpa terhalangi status sebagai penguasa dan rakyat, atasan dan bawahan. Lihatlah bagaimana kesedihan seorang penguasa ketika saudara muslimnya menderita.

6) Persaudaraan Islam yang hakiki dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu pertolongan dan minimalnya mendoakan apabila tidak mampu menolong.

7) Satu jiwa seorang muslim begitu sangat berharganya. Lihatlah satu pasukan besar akan disiapkan oleh seorang pemimpin yang tangguh demi untuk menyelamatkan dan memuliakan jiwa tersebut. Bagaimana dengan ribuan bahkan jutaan jiwa yang terancam wahai kaum muslimin…?! Bagaimana dengan anak-anak dan wanita-wanita kita yang saat ini dibantai di Palestina, Suriah, Myanmar dan lain-lain…?!

8) Islam adalah agama yang mulia, kaum muslimin adalah umat yang mulia, tidak boleh dihinakan, seorang pemimpin yang mulia tidak akan membiarkan agamanya dihinakan.

9) Keshalihan pemimpin dan rakyat harus berpadu untuk meraih kemakmuran dan kejayaan negeri.

10) Hendaklah senantiasa tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, inilah pondasi bangunan masyarakat Islam.

11) Sejarah Kristenisasi adalah sejarah yang panjang, hitam, kelam dan penuh kekejaman.

12) Orang-orang kafir pun berjuang untuk menegakkan agama mereka, padahal mereka di atas kekafiran dan kesesatan, sudah sepatutnya kaum muslimin lebih bersemangat dibanding mereka.

13) Generasi Salaf mencapai kekuatan dan kejayaan dengan ilmu dan amal. Mereka mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya dengan baik. Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah tidak saja dikenal sebagai Penguasa muslim yang baik, tetapi juga seorang ulama besar dan selalu bermajelis dengan para ulama.

14) Pentingnya memiliki ilmu agama bagi seorang pemimpin, agar ia mengenal Allah 'azza wa jalla, mengetahui hak Allah ta'ala dan hak hamba-hamba-Nya. Agar ia memiliki rasa takut kepada Allah 'azza wa jalla dan selalu berusaha menunaikan hak Allah ta'ala dan hak hamba-hamba-Nya.

15) Kekuasaan hanyalah mendatangkan maslahat apabila di tangan orang yang shalih dan berilmu. Apabila berada di tangan orang yang jelek dan bodoh hanyalah menimbulkan mafsadat. Sungguh aneh orang-orang yang bodoh; tidak memahami ilmu agama, tapi berlomba-lomba mengejar kekuasaan, berebut bahkan mengemis kepada rakyat agar terpilih menjadi pejabat.

Inilah diantara pelajaran yang bisa kami sarikan, semoga bermanfaat

Untuk para suami dan istri


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم ورحمة الله وبركاتة

Ucapnya lirih saat memasuki rumah.
Tak ada orang yang menjawab salamnya. Ia tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur. Biar malaikat yang menjawab salamku,” begitu pikirnya.
Melewati ruang tamu yang temaram, dia menuju ruang kerjanya. Diletakkannya tas, ponsel dan kunci-kunci di meja kerja.
Setelah itu, barulah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Sejauh ini, tidak ada satu orang pun anggota keluarga yang terbangun. Rupanya semua tertidur pulas.
Segera ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.
Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadirannya.
Kemudian Amin duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Aminah, istrinya.
Amin segera teringat perkataan almarhum kakeknya, dulu sebelum dia menikah.
Kakeknya mengatakan, jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu. Karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.
Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, maka lihatlah ketika istrimu tidur….
“Kenapa Kek, kok waktu dia tidur?” tanya Amin kala itu.
“Nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab kakeknya singkat.
Waktu itu, Amin tidak sepenuhnya memahami maksud kakeknya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena kakeknya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.
Malam ini, ia baru mulai memahaminya. Malam ini, ia menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya. Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu.
Memandanginya menyeruakkan berbagai macam perasaan. Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.
Dalam batin, dia bergumam,
“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktivitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan.
Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.
Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku.
Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.
Wahai istriku, di kala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.
Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki.
Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?
Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?
Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata.
Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.
Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumah tangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah azza wa jalla.
Segala puji hanya untuk Allah azza wa jalla yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”
Tanpa terasa air mata Amin menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis.
Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan. Tak lama kemudian ia pun terlelap.
***
Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali.
Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, sudah jam dua?”
Dilihatnya sang suami telah pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan.
“Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatangannya. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia?” gumamnya dalam hati.
Mau dibangunkan nggak tega, akhirnya cuma dipandangi saja. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya hatinya yang bicara.
“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.
“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.
“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.
“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.
Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku.
Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah azza wa jalla serta membahagiakanku.
“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah azza wa jalla yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah azza wa jalla. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya..”

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqon: 74)

Utk para suami dan istri


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم ورحمة الله وبركاتة....

Ucapnya lirih saat memasuki rumah.
Tak ada orang yang menjawab salamnya. Ia tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur. Biar malaikat yang menjawab salamku,” begitu pikirnya.
Melewati ruang tamu yang temaram, dia menuju ruang kerjanya. Diletakkannya tas, ponsel dan kunci-kunci di meja kerja.
Setelah itu, barulah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Sejauh ini, tidak ada satu orang pun anggota keluarga yang terbangun. Rupanya semua tertidur pulas.
Segera ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.
Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadirannya.
Kemudian Amin duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Aminah, istrinya.
Amin segera teringat perkataan almarhum kakeknya, dulu sebelum dia menikah.
Kakeknya mengatakan, jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu. Karena kamu pun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda. Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.
Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, maka lihatlah ketika istrimu tidur….
“Kenapa Kek, kok waktu dia tidur?” tanya Amin kala itu.
“Nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab kakeknya singkat.
Waktu itu, Amin tidak sepenuhnya memahami maksud kakeknya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena kakeknya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.
Malam ini, ia baru mulai memahaminya. Malam ini, ia menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya. Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu.
Memandanginya menyeruakkan berbagai macam perasaan. Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.
Dalam batin, dia bergumam,
“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktivitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan.
Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.
Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku.
Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.
Wahai istriku, di kala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.
Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki.
Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?
Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?
Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata.
Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.
Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumah tangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah azza wa jalla.
Segala puji hanya untuk Allah azza wa jalla yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”
Tanpa terasa air mata Amin menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis.
Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan. Tak lama kemudian ia pun terlelap.
***
Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali.
Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, sudah jam dua?”
Dilihatnya sang suami telah pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan.
“Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatangannya. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia?” gumamnya dalam hati.
Mau dibangunkan nggak tega, akhirnya cuma dipandangi saja. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya hatinya yang bicara.
“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.
“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.
“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.
“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.
Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku.
Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah azza wa jalla serta membahagiakanku.
“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah azza wa jalla yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah azza wa jalla. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya..”

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqon: 74)

Sebuah nasehat

Seorang guru besar di depan audiens nya memulai materi kuliah dengan menaruh topless yg bening & besar di atas meja.

* Lalu sang guru mengisinya dengan bola tenis hingga tidak muat lagi. Beliau bertanya: "Sudah penuh?"

* Audiens menjawab: "Sdh penuh".

* Lalu sang guru mengeluarkan kelereng dari kotaknya & memasukkan nya ke dlm topless tadi. Kelereng mengisi sela2 bola tenis hingga tdk muat lagi. Beliau bertanya: "Sdh penuh?"

* Audiens mjwb: "Sdh penuh".

* Setelah itu sang guru mengeluarkan pasir pantai & memasukkan nya ke dlm topless yg sama. Pasir pun mengisi sela2 bola & kelereng hingga tdk bisa muat lagi. Semua sepakat kalau topless sdh penuh & tdk ada yg bisa dimasukkan lg ke dalamnya.

* Tetapi terakhir sang guru menuangkan secangkir air kopi ke dalam toples yg sdh penuh dgn bola, kelereng & pasir itu.

Sang Guru kemudian menjelaskan bahwa:
"Hidup kita kapasitasnya terbatas spt topless. Masing2 dari kita berbeda ukuran toplesnya:
- Bola tenis adalah hal2 besar dlm hidup kita, yakni tanggung-jawab thdp Tuhan, orang tua, istri/suami, anak2, serta makan, tempat tinggal & kesehatan.
- Kelereng adalah hal2 yg penting, spt pekerjaan, kendaraan, sekolah anak, gelar sarjana, dll.
- Pasir adalah yg lain2 dlm hidup kita, seperti olah raga, nyanyi, rekreasi, Facebook, BBM, WA, nonton film, model baju, model kendaraan dll.
- Jika kita isi hidup kita dgn mendahulukan pasir hingga penuh, maka kelereng & bola tennis tdk akan bisa masuk. Berarti, hidup kita hanya berisikan hal2 kecil. Hidup kita habis dgn rekreasi dan hobby, sementara Tuhan dan keluarga terabaikan.
- Jika kita isi dgn mendahulukan bola tenis, lalu kelereng dst seperti tadi, maka hidup kita akan lengkap, berisikan mulai dr hal2 yg besar dan penting hingga hal2 yg menjadi pelengkap.

Karenanya, kita harus mampu mengelola hidup secara cerdas & bijak. Tahu menempatkan mana yg prioritas dan mana yg menjadi pelengkap.
Jika tidak, maka hidup bukan saja tdk lengkap, bahkan bisa tidak berarti sama sekali".

* Lalu sang guru bertanya: "Adakah di antara kalian yg mau bertanya?"

Semua audiens terdiam, karena sangat mengerti apa inti pesan dlm pelajaran tadi.

* Namun, tiba2 seseorang nyeletuk bertanya: "Apa arti secangkir air kopi yg dituangkan tadi .....?"

* Sang guru besar menjawab sbg penutup: "Sepenuh dan sesibuk apa pun hidup kita, jgn lupa masih bisa disempurnakan dgn bersilaturahim sambil "minum kopi" ..... dgn tetangga, teman, sahabat yg hebat. Jgn lupa sahabat lama.

Saling bertegur sapa, saling senyum bila berpapasan Akan terasa indah hidup ini.

Mencintai Apa Adanya

"Jika sekarang Anda memiliki seorang yang sangat dicintai, ingatlah selalu kebaikannya, sayangilah segalanya, agar segala perasaan yang  indah menjadi nyata."


Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak  seberapa. Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku  bersahabat dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia  adalah orang yang penuh pengertian dan lemah lembut.

Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami  semakin menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman. Pada  suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah  mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan  saya tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?"  Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk.

Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari  pertunangan kami berdua. Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan  dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia  menaiki pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga  mendapatkan sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9   pagi hingga jam 5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan dan melepas kerinduan.

Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam  perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah  anjing di jalan raya, mendadak menikung tajam.....

Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan. Saat siuman telah berada di  rumah sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur  saya. Mereka lantas memanggil dokter.

"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yg keluar.  Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya? Dokter mendatangiku dan  memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan  yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.

Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari  setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa saya tidak dapat  bersuara?  Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka,  untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."

"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut  lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak  bersuara. Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah. Suara telepon yang  didambakan waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini.  Saya tidak lagi  keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai  berpikir untuk pindah rumah. Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang  diketahui hanyalah saya telah membatalkan pertunangan kami, setiap telepon  darinya tidak mendapatkan jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan  batu yang tenggelam ke dasar lautan.

Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa  yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk  berkomunikasi dengan orang lain.

Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja  sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan. Saya berdiam diri, tidak mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan  terdengar tergesa-gesa. Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan  langkah kakinya yang berat, pergi membuka pintu.

Saat itu, di dalam rumah mendadak hening. Dia telah muncul, berdiri di  depan pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan  berjalan ke hadapanku, dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata,  "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu. Dalam satu tahun  ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi
untuk hari ini. Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu  merupakan orang yang paling kucintai. Selain kamu, saya tidak akan  mencintai orang lain, marilah kita menikah!"


"Friends are angels who lift us to our feet when our wings have trouble  remembering how to fly." (Unknown, Friendship Quotation)

SUJUD DAN KESANNYA

Oleh: Nurul Hadirah


Bismillahirrahmannirahim

Pernahkah kita terfikir setelah saban usia kita mendirikan solat berserta syarat rukunnya, apakah rukun solat yang paling disukai oleh Allah SWT. Dengan menyelami, memahami, menjiwai serta menghayati setiap detik ibadah atau solat yang dikerjakan barulah kita akan mendapat kemanisan dan faedah darinya. Barulah ibadah kita itu dapat mendinding dan mencegah diri kita dari dosa dan noda.

Firman Allah SWT yang bermaksud:-

" Sesungguhnya sembahyang itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (Surah Al-Ankabut ayat:45)

Segala rukun di dalam solat yang melibatkan qalbi (naluri), qauli (lisan) dan fi'li (perbuatan) mempunyai pengertian dan maksud yang amat mendalam sekali di sisi Allah SWT. Segala pergerakan di dalam solat
 sebenarnya sarat dengan hikmah dan pendidikan dari Allah SWT dan amalan atau rukun yang paling disukai oleh Allah ialah rukun sujud. Sujud adalah waktu di mana seorang hamba itu paling hampir dengan Penciptanya. Pergerakan sujud itu secara lahirnya telah menunjukkan 'rasa menghina dirinya' seseorang hamba itu di depan Tuhannya di dalam keadaan menyerah diri, pasrah, berikrar dan mengaku bahawa "Ya Allah hanya Engkaulah Tuhan yang layak disembah, ditakuti, dicintai dan hanya pada-Mu sahajalah tempat berserah dan memohon pertolongan". Seorang sahabat Nabi SAW iaitu Huzaifah r.a berkata bahawa Rasulullah SAW telah bersabda:-

"Tiadalah keadaan seorang hamba yang paling disukai oleh Allah daripada Dia melihat hamba-Nya itu di dalam keadaan bersujud, dengan meletakkan mukanya di tanah ( sebagai tamsilan tunduk, pasrah dan rasa hina seorang hamba kepada Allah)". (Hadis Riwayat Imam Tabrani)

Cerita Sujud

Semasa malaikat-malaikat disuruh sujud kepada Nabi Allah Adam semua malaikat sujud apabila mereka bangun mengangkat kepala didapati malaikat yang bernama Azazil tidak sujud maka Allah SWT menjadi murka dan melaknat ke atasnya jadilah ia Iblis dengan bertukar rupa. Rupanya seperti kera dan badannya seperti babi justeru para malaikat merasa kecut dan takut lantas mereka sujud sekali lagi kerana syukur tidak kena laknat oleh Allah SWT.
1.             SUJUD PERTAMA TAAT (PERINTAH ALLAH)
2.             SUJUD KEDUA SYUKUR (HAMBA KEPADA ALLAH)

Tatkala Nabi Muhammad SAW Israk dan Mi'raj ketika sampai di langit yang ketiga para malaikat-malaikat di sana sememangnya sujud selama-lamanya tetapi dikehendaki waktu Nabi SAW sampai mestilah mengangkat kepala tanda hormat. Apabila Nabi SAW memberi salam kepada para malaikat, semua
malaikat itu bangun dari sujud kerana menjawab salam dan berkenalan dengan melihat wajah Nabi Muhammad SAW kemudian mereka sujud semula.

Telah bersabda Rasulullah SAW, Bumi keseluruhannya adalah masjid melainkan tempat perkuburan dan tempat mandi.

"Telah dijadikan untuk kita bumi seluruhnya adalah masjid" "Maka jangan anda sapu pasir pada tempat sujud kerana rahmat Allah berada di hadapan"

"Dan berdebu muka ku untuk Allah yang maha Mulia lagi maha Tinggi sebab pasir kerana itulah puncak ibadah kepada Allah Taala"

"Tidak dikira bersolat bagi mereka yang tidak sampai atau kena hidungnya ke bumi (tanah) seperti juga dahinya"

Oleh kerana banyak hadis menyebut tentang bumi dan kaitannya dengan sujud maka para ulama bersepakat mengatakan sekurang-kurangnya mesti sekali seumur hidup solat dan sujud di atas bumi dengan tidak berlapik dan jika banyak kali adalah lebih baik. Maka dengan sebab itulah orang-orang yang bermazhab Syiah bersolat di atas bumi atau dengan membawa kemana-mana sapu tangan yang khas ada di atasnya tanah untuk lapik sujud.

Firman Allah SWT yang bermaksud:-

 " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat Kami ialah orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat Kami mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhan dan mereka tidak menyombongkan diri" (Surah As-Sajadah ayat 15)

Di dalam perlakuan sujud itu ada simbolik dan hikmah yang harus fahami dan hayati. Yaitu bersama terancap dan ratanya tujuh anggota badan kita dengan bumi, pergerakan yang sepenuh jiwa, sepenuh rasa hina dan mengharap kepada Allah SWT dan penyerahan secara total seorang hamba
 terhadap Penciptanya dalam menerima serta mematuhi segala perintah dan larangan dari-Nya. Jangan sampai berlaku, hanya di dalam solat sahaja kita sujud tetapi di dalam kehidupan seharian kita bersifat "jauh api dari panggang" didalam erti kata yang lain kita tidak tunduk, tidak taat dan tidak menyerah secara total kepada peraturan dan sistem Allah yang maha sempurna.Sayugia dilakukan setiap melakukan rukun sujud ketika solat sentiasalah membaharui ingatan kepada Allah SWT (Al-Khaliq).
Manakala tunduk meletakkan dahi ketika sujud hendaklah merasakan bahawa ia sedang menghina diri kepada suatu Zat Allah Yang Maha Agung dan apabila ia merasa kehebatan Allah Yang Maha Agung maka ketika itu ia juga harus merasai dirinya itu amat kecil dan terlalu kerdil di hadapan
Zat Yang Maha Agung.

Sujud bererti seseorang itu telah meletakkan wajahnya ditempat yang paling rendah di atas tanah ini bermakna ia telah meletakkan seluruh dirinya di atas tanah. Dengan sujud itu bererti telah mengingatkan
 dirinya terhadap punca asal kejadian manusia itu dari tanah dan mengembalikan dirinya kepada tanah. Apabila ia telah sanggup menghantar dahinya dan juga dirinya ke tempat yang hina maka tidak mungkin ia akan bersikap sombong lagi terhadap Allah yang menciptakan dirinya dari tanah itu. Sesungguhnya asal kejadian manusia itu seperti yang dijelaskan di dalam Al-Quran adalah dijadikan dari tanah maka setiap kali seseorang itu sujud adalah bertujuan mengasuh hatinya bahawa ia kelak akan
dikembalikan kepada tanah iaitu menemui kematian seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Dengan demikian bererti sujud itu juga mengasuh hati manusia bukan saja supaya mengingat akan asal kejadiannya tetapi juga akan dikembalikan ke tanah iaitu menemui ajal kematian. Maka setiap kali sujud sewajarnya seseorang itu sentiasa ia mengingati akan mati, apabila ia ingat akan mati maka terasa seolah-olah bahawa solatnya itu sebagai solat penghabisan kerana ia akan menghantarkan dirinya ke tanah. Ia merasakan bahawa setiap kali ia sujud seolah-olah ia tidak akan bangun lagi. Sedangkan kematian itu merupakan pintu bagi seseorang memasuki gerbang akhirat. Dalam keadaan demikian maka hati akan merasa gerun dan merasai kebesaran Allah dan ketika itulah ia membaharui lagi di dalam hatinya
untuk mensucikan Zat Allah Yang Maha Tinggi disamping lidah tidak bertulang mengucapkan, "Subhana Rabbial-A'la wa-Bihamdih".

Sujud bukan sahaja mendekatkan kita dengan Allah SWT tetapi dari sudut perubatan pun ada hikmahnya. Antara hikmah sujud menurut keterangan perubatan ialah:-
1.       Membetulkan buah pinggang yang terkeluar sedikit dari tempat
 asalnya.
2.       Membetulkan pundi peranakan yang jatuh.
3.       Melegakan sakit hernia
4.       Mengurangkan sakit senggugut ketika haid
5.       Melegakan bahagian paru-paru dari ketegangan
6.       Mengurangkan kesakitan pada apendiks atau limpa
7.       Meringankan bahagian pelvis
8.       Menggerakkan otot bahu, dada, leher, perut, punggung ketika akan sujud
9.       Gerakan otot-otot ini menjadikannya lebih kuat dan elastik, secara automatik memastikan kelancaran darah
10.   Bagi wanita gerakan otot ini menjadikan buah dadanya lebih baik dan mudah berfungsi untuk menyusukan bayi
11.   Gerakan bahagian otot memudahkan wanita bersalin, organ peranakan mudah kembali ke tempat asal
12.   Mengurangkan kegemukan
13.   Otak manusia (organ terpenting) menerima banyak bekalan darah dan oksigen
14.   Kedudukan sujud paling baik untuk berehat dan mengimbang lingkungan bahagian belakang tubuh
15.   Memberi dorongan untuk mudah tidur


Selain itu kesan sujud yang lama akan menambahkan kekuatan aliran darah ke otak yang boleh mengelakkan pening kepala dan migrain, menyegarkan otak serta menajamkan akal fikiran sekali gus menguatkan mentaliti kita (terutama ketika sujud waktu solat Subuh). Insya-Allah.

Bersyukur, bersyukur, bersyukur

Oleh: Abdul Muid Badrun
REPUBLIKA.CO.ID,
-- Saat pulang kantor, saya memberhentikan mobil. Saya lihat dari kaca spion, seorang nenek berjalan kaki sambil berjualan. Umurnya (tampak dari wajah dan cara berjalannya) mungkin di atas 60 tahun.
Di pinggir jalan menuju rumah yang tiap sore ramai, saya kemudian bertanya. "Mau beli rengginang, Nek! Berapa harganya?" "Enam ribu satu bungkus," jawabnya singkat. "Adik mau beli berapa bungkus?" "Dua bungkus saja, Nek," jawabku. "Dua bungkus Rp 12 ribu," ujar si nenek.
Lalu, saya membuka dompet dan mengambil uang Rp 20 ribu. Nenek buru-buru mengeluarkan uang untuk memberi kembalian. Namun, saya bilang, "Kembalian itu untuk Nenek saja." "Terima kasih Den, hati-hati," katanya berpesan.
"Nek, putranya di mana? Kok, Nenek masih berjualan? Jalan kaki lagi!" tanyaku keheranan. "Anak-anak tidak mau tinggal sama Nenek. Tiap hari Nenek berjalan kaki, berjualan dari Kebayoran Lama sampai Ciledug untuk bisa makan."
"Berapa sehari Nenek dapat untung?" tanyaku penuh kasihan. "Tidak mesti Nak karena rezeki Tuhan yang atur. Kadang dapat untung Rp 20 ribu, kadang Rp 10 ribu. Semua itu Nenek syukuri, yang penting Nenek sehat dan tidak menjadi beban orang lain."
Sampai di sini, saya pun malu dan seperti tertampar hebat. Ternyata, selama ini saya kurang bersyukur. Pertemuan sore itu menyadarkan saya betapa hidup itu "wajib" hukumnya bersyukur.
Dapat musibah, bersyukurlah. Dapat ujian, bersyukurlah. Dapat masalah, bersyukurlah. Dapat kesulitan, bersyukurlah. Apalagi dapat kenikmatan, tentu mudah sekali orang untuk bersyukur. Musibah, ujian, masalah, dan kesulitan boleh jadi itu cara Tuhan melihat kualitas keimanan kita.
Boleh jadi, Tuhan kangen dan rindu pada hamba-Nya sehingga ingin memeluknya dengan lebih dulu diberi "ujian" kesulitan demi kesulitan. Bahkan, dalam Alquran pun dijelaskan, "Siapa yang pandai bersyukur, maka Aku akan tambah nikmatnya dan barang siapa kufur (tak mau bersyukur) atas nikmatku, maka sungguh azabku sangat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).
Dari sini, bersyukur adalah perintah implisit dari Tuhan langsung kepada hamba-Nya. Karena dalam hidup ini, sejak kita lahir sampai meninggal, dipenuhi "utang" kita pada Tuhan Sang Pencipta. Coba kita hitung, berapa harga satu jari ketika jari itu putus. Berapa harga satu tangan ketika tangan itu patah. Berapa harga satu kaki ketika kaki itu tiada.
Berapa harga oksigen ketika kita sedang sekarat. Bahkan, berapa harga nyawa ini ketika sudah mati. Tentu, semua itu tidak ternilai harganya. Namun, kita dapatkan secara gratis dari Tuhan. Maka, pantas jika kita selalu diingatkan akan ayat-Nya, "Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan!" (QS ar-Rahman [55]: 55).
Jadi, bersyukur adalah kewajiban kita sebagai hamba-Nya. Tanpa bersyukur, sejatinya kita tidak pantas untuk hidup. Karena, apa yang saat ini kita miliki adalah yang terbaik menurut Tuhan dan kita. Bukan sebaliknya!
Bersyukurlah, karena dengan sebenar-benarnya bersyukur, jaminannya akan ditingkatkan kenikmatan hidupnya. Cara sederhana bersyukur dengan memelihara apa yang sudah diberikan pada kita. Jika saat ini sehat, jaga kesehatan itu agar penyakit tak mendekat. Jika ada waktu luang, gunakan untuk menebar kebaikan dan kebenaran. Jika mendapat amanah, sampaikan kepada yang berhak menerimanya. Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Red: Agung Sasongko

Sunday 25 October 2015

Sedekah

Siapkan nasi bungkus dari rumah. Berikan ke yang kira2 membutuhkan. Pedagang kecil. Pengemis. Orang gila. Pengamen. Anak terlantar etc. Ngga usah banyak juga gpp. Misal 1 bungkus setiap harinya

Laundry/cucikan Mukena secara berkala musholla yg ada disekitar lingkungan kita

Bawa Mukena ketika akan berpergian. Tinggalkan di masjid/ musholla yg kita singgahi

Beli beberapa pasang sandal. Taruh di kantor atau musholla dan masjid untuk di gunakan ketika berwudhu

Kumpulkan botol minuman plastik/ botol bekas shampoo etc. Rusak dulu. Misal patahkan tutup botolnya. Agar tidak disalahgunakan. Setelah banyak berikan ke pemulung

Beli kamper/pengharum baju. Taruh di kumpulan mukena di masjid/musholla yg kita singgahi

Jangan nawar sama pedagang kecil. Kalo bisa kasih lebih

Beli tissue atau keperluan yg remeh temeh di pedagang kecil yg kita jumpai. Beli tissue 2000 rupiah atau ikat rambut atau peniti udah bikin mereka senang

Bungkus perlengkapan shalat (Mukena, sarung, sajadah, kopiah, Al Qur'an jadikan parcel ketika lebaran. Berikan ke satpam komplek atau tukang kebersihan komplek atau office boy dikantor. 1 parcel senilai 100ribu aja. Pahalanya bisa terus-terusan. InsyaAllah

Selalu siap jika dimintai tolong tenaga jika sedekah materi belum bisa kita lakukan

Bayar lebih ketika naik angkot yang supirnya kakek2 atau bapak tua

Kasih tips lebih buat ibu/abang ojek online kalo kira-kira jaraknya jauh dan juga kondisi mereka yg kira2 memprihatinkan (tua misalnya)

Rutin mensortir mainan anak-anak kita. Buy 1 give 1. Ketika beli mainan baru harus ada 1 mainan yang disedekahkan. Ajari dan ajak anak kita ketika memberi mainan tersebut ke temannya atau panti asuhan

Ketika makan di kaki lima ada pengemis atau anak terlantar beliin mereka seporsi seperti yang kita makan (mungkin sekitar 15ribuan seporsi nasi uduk ayam goreng atau roti bakar)

Tawarkan temen kita yang searah. Jika kita bawa kendaraan. Ingat ini yg sesama jenkel nya yaa :) kalo beda jenkel bisa panjang urusannya kalo terus menerus

Beberapa bisa dilakukan dengan anak-anak kita. Biarkan anak-anak kita melihat kebaikan yang orang tuanya lakukan. Karena satu contoh perbuatan akan lebih efektif dari 100 nasehat. Semoga kebaikan-kebaikan ini selalu ada penerusnya hingga akhir jaman. Aamiin

Sunday 18 October 2015

Air Mata Ibu


oleh: Mairi Nandarson


Ibu menangis. Air mata mengucur di pipinya yang cekung. Ketika itu aku
baru selesai berdzikir setelah mengimaminya. Tasbih ditangannya terus
berputar, bersama dzikir yang terus terlantun dari bibirnya. Ibu khusyuk
dalam isak dan deraian air mata.  "Kenapa Ibu menangis?" pertanyaan itu terpaksa kusimpan. Aku tidak akan mengganggu Ibu yang masih khusyuk dengan dzikir. Aku memikirkan berbagai kemungkinan penyebab menangisnya Ibu. Mungkinkah kematian Bapak? Tapi,  bukankah kematian Bapak sudah lama sekali? Sudah lima tahun. Atau karena tanah kuburan Bapak yang tidak mendapat izin untuk dibeton dan hanya boleh didirikan batu nisan. Hal itu tidak akan membuat Ibu menangis. Aku sangat  mengenal Ibu. Ibu paling tidak menyukai hal-hal yang berbau kemewahan. Ibu  selalu ingin menginginkan kesederhanaan.
Kenapa Ibu menangis? Sayang aku sangat jarang pulang dan tidak bertemu Ibu
setiap hari. Hingga aku kurang mengetahui keadaan Ibu belakangan ini.
Mungkin ada suatu persoalan yang membebaninya....


Bertengkar dengan seseorang? Ah rasanya tidak. Setahuku Ibu tidak punya
musuh. Ia selalu mengalah setiap kali berbenturan dengan orang lain. Ibu
lebih banyak diam daripada mengomel. Tidak mungkin rasanya Ibu bertengkar
dengan orang lain, karena memang itu bukan kebiasaan Ibu.  Tapi kenapa Ibu menangis? Ibu belum juga selesai berdzikir. Aku sudah selesai sejak lima menit lalu. Aku sudah berdoa, mohonkan ampun atas dosa Ibu dan Bapak yang telah mengasuhku sejak kecil. Ibu belum juga usai.  Aku berdiri dan meninggalkan Ibu sendirian di ruang shalat dengan tetap
menyimpan pertanyaan, kenapa Ibu menangis? Kutunggu Ibu di
ruang makan.  Bukankah Ibu selalu khusyuk dalam shalat? Kembali aku dibayang
berbagai kemungkinan. Bukankah Ibu tidak pernah lupa mendirikan shalat,
mengaji dan  berdzikir? Bukankah Ibu paling senang mendengarkan ceramah di
masjid?  Bukankah Ibu juga tidak melewatkan acara wirid? Bukankah Ibu
sudah cukup punya bekal untuk menghadapi segala cobaan...

Tapi kenapa Ibu sampai menangis?  Karena aku mengimami Ibukah? Mustahil! Bukan sekali ini saja aku mengimami Ibu. Sudah berulang kali.  Hampir setiap kali pulang ke rumah aku mengimami Ibu, terutama saat  shalat maghrib dan isya. Ibu sudah berumur tujuhpuluh tahun lebih. Tujuh orang anak
merupakan  berkah yang selalu disyukurinya dan kami semua kini sudah
besar. Aku yang  bungsu sudah duduk di perguruan tinggi. Aneh rasanya kalau Ibu masih  bersedih hati diusianya yang senja ini. Seharusnya Ibu banyak
tertawa dan  bercanda bersama cucu-cucunya. Bukankah cucu-cucunya selalalu
bersamanya  setiap hari?  "Sudah makan Yung?" tanya Ibu mengagetkanku. Ibu muncul dengan senyum  mengembang. Tak kulihat bekas tangisan di wajahnya. Mungkin sudah dihapus.
"Belum Bu, Ayung menunggu Ibu."
"Ibu sudah makan."
"Kapan? Bukankah hidangan ini belum disentuh siapapun? Ayolah
Bu, Ayung  sudah rindu ingin makan bersama Ibu."
"Makanlah!" kata Ibu sambil menarik kursi. Aku pun mulai
menyanduk nasi  dan mengambil beberapa sendok sambal. Tapi Ibu tetap saja
tidak makan  nasi. Ia hanya mengambil panganan dan memakannya."Bagaimana
kuliahmu?"
"Alhamdulillah Bu, berkat doa Ibu."
"Belanja harianmu bagaimana?" pertanyaan yang tidak pernah
 kuinginkan ini selalu meluncur dari bibir Ibu. Pertanyaan itu kurasakan bagai keluhan  dalam hidup. Kuakui selama kuliah aku harus berusaha dan
bekerja keras  untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Uang kost, transport
dan kebutuhan  kuliah. Memang, yang namanya usaha kadang-kadang dapat, kadang
tidak.  Ketika dapat alhamdulillah. Aku bisa makan dan membeli kebutuhan
lain.  Jika tidak, maka mau tidak mau aku aku harus puasa. Hal ini
yang sering  aku alami. Tapi persoalan ini tidak pernah kuceritakan kepada
siapapun,  termasuk Ibu dan saudara-saudaraku. Aku takut terlalu banyak
mengeluh.

"Alhamdulillah, Tuhan masih memberikan rejeki Bu," selalu
 kujawab begitu.  Biasanya Ibu tidak akan bertanya lagi setelah itu.
  "Bu!" sapaku ketika Ibu terdiam.
  "Mmm," jawab Ibu.
  "Kenapa seusai shalat tadi Ibu menangis?" Ibu terdiam
 mendengar
  pertanyaanku.
  "Ayung cemas melihat Ibu menangis.
  Ibu masih diam. Aku menyelesaikan suapanku, setelah itu
 membasuh
 tangan
  dan melapnya dengan serbet.
  Ibu masih diam, tapi di matanya kulihat airmata mulai
 berlinang.
  Setelah itu berceritalah Ibu.
  Seminggu yang lalu di surau Balenggek tempat Ibu selalu
 sembahyang

  berjama'ah, ada ceramah agama mingguan. Ketika itu
 penceramahnya
 datang
  dari luar daerah. Ibu mengikuti ceramah tentang anak yang
 berbakti
 kepada
  orang tua dan anak yang shalih..

  "Anak-anak yang shalihlah yang menyelamatkan orang tuanya dari
 api
 neraka,
  karena doa anak yang shalih sangat didengar oleh Allah swt,"
 kata
 ustad. "
  Tapi sebaliknya orang tua tidak selamat dari api neraka jika
 anak
 yang
  dididiknya tidak mampu menjalankan ibadah dan tidak pandai
 membaca

  Alquran.
  "Walaupun orang tuanya sendiri taat beribadah?" tanya Ibu
 waktu
 itu.
  "Ya, apa artinya kita taat tapi tidak membuat anak taat kepada
 Tuhannya.
  Apalagi sampai tidak bisa sembahyang dan mengaji, anak yang
 jauh
 dari
  perintah Allah dan mendekati laranganNya. Maka orang tuanya di
 akhirat
  akan ditanya tentang anak-anaknya. Maka sia-sialah ketaatan
 orang
 tua jika
  di akhirat nanti anak mengakui dirinya tidak dididik oleh
 orang
 tuanya
  untuk taat beribadah. Tidak pernah menegur, memukul bahkan
 menamparnya,
  jika lalai menjalankan perintah agama."
  Ketika itu Ibu menyadari apa yang sudah dilakukannya selama
 ini.
 Ibu ingat
  Jai, Jou, Han dan Fai. Saat itulah Ibu merasa hidup dan
 ketaatannya selama
  ini tak berarti sama sekali. Sejak itu Ibu banyak diam dan
 melamun.
  Anak-anaknya sampai sekarang tidak pernah membaca Alquran di
 rumah
 dan
  jarang sembahyang, bahkan tidak pernah sama sekali. Ibu merasa
 bersalah
  setelah mendengar ceramah itu. Ibu menyadari bahwa ia tidak
 mendidik
  anak-anaknya sesuai ajaran agama. Ibu selalu tidak tega
 memarahi
 anaknya,
  dan melihat anaknya menangis, apalagi kalau ada yang murung
 dan
 kesal.

  Mungkin itulah sebabnya anak-anak Ibu banyak yang tidak dapat
 membaca
  Alquran Ibu tidak pernah tega memaksa mereka untuk belajar
 Ibupun
 tidak
  marah. Bukankah ini berarti Ibu tidak sanggup mendidik anak.
 Bukankah Ibu
  gagal menjadi orang tua?
  "Tapi Bu, bukankah Ayung selalu taat sembahyang dan membaca
 Alquran? Dan
  Ayung selalu berdoa untuk Ibu dan Bapak? Lantas apa artinya
 usaha
 Ayung
  selama ini Bu?" kataku kepada Ibu.
  "Terima kasih Yung, Ibu sangat bangga padamu. Ibu senang kamu
 mampu
  menjadi imam untuk Ibu. Ibu pun selalu berdoa untukmu. Yang
 Ibu
 pikirkan
  adalah kakak-kakakmu yang tidak mampu membaca Alquran dan
 tidak
  menjalankan shalat."
  Kuakui selama ini memang hanya aku dan ibu yang shalat
 berjama'ah,

  walaupun sebenarnya kakak-kakakmu sedang berada di ruamh.
 Mereka
 lebih
  suka duduk di lapau dan sepertinya tidak menghiraukan
 panggilan
 azan yang
  berkumandang dari masjid. Dan Ibu tidak pernah menegur hal
 itu.
 Aku pun
  tidak pernah mempersoalkan mereka. Sementara aku merasa takut,
 selain
  karena lebih kecil juga karena aku takut menca
  mpuri urusan mereka.

  "Itulah Yung. Ibu merasa sedih. Kamulah satu-satunya anak Ibu
 yang
 taat,
  yang mengimami Ibu, walaupun kamu yang terkecil. Entahlah..
 Ibu
 sudah
  semakin tua, ajal sudah di ambang pintu. Ternyata Ibu masih
 meninggalkan
  banyak pekerjaan yang tidak selesai, ternyata Ibu tidak mampu
 mendidik
  kalian dan kalian ternyata tidak bisa mendidik diri sendiri,"
 kata
 Ibu
  terisak.
  Air mataku mengalir tanpa terasa.
  "Ada apa? Kok Ibu menangis? Ini pasti ulah kamu Yung! Kamu
 tidak
  henti-hentinya membuat Ibu sedih, dan menangis. Tahukah kamu
 bahwa
 membuat
  orang tua bersedih hatinya itu dosa?" Tiba-tiba Han kakakku
 yang
 nomor
  tiga datang dan memarahiku.
  "Sebagai anak laki-laki kamu jangan terus-terusan bersama Ibu,
 itu
 cengeng
  namanya. Lihat tuh di lepau orang-orang ramai. Duduklah di
 sana
 biar orang
  tahu bahwa kita bermasyarakat. Bukan dalam rumah,"
  katanya lagi sambil menekan kepalaku.
  "Jangan kasar begitu pada adikmu Han. Ia kan baru sele...,"
  "Kalau tidak seperti itu, ia akan lembek seperti perempuan Bu,
 yang
  duduknya cuma di dapur."
  "Tapi ia kan masih kuliah."
  "Aah. Ibu selalu membelanya, mentang-mentang ia kuliah.
 Walaupun
 Han tidak
  pernah kuliah, Han ini anak Ibu. Sekurang ajar apapun aku yang
 melahirkan
  Han adalah Ibu. Tapi kenapa dia, Ibu perlakukan berbeda dengan
 Han?" Han
  menunjuk-nunjuk diriku.
  Mendapat serangan kata-kata seperti itu, Ibu menangis lagi.
 Aku
 hanya
  terdiam terpana ketika Han kemudian berlalu dan tidak
 menghiraukan
 tangis
  Ibu.
  Air mata Ibu mengalir lagi. Ingin aku menghapusnya, tapi
 bagamana
 dengan
  kesedihannya? Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma,
 kamarabbayana
  saghiraa. Amin. Hanya itu yang mampu kulakukan.*

  (Ummi Edisi 9_11)


Akal Setipis Rambutnya

Assalamu'alaikum wr wb....

Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa
mereka, hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun
sudah ada segala - galanya. Apalagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s.
tetap merindukan siti hawa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.

Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.
Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan
begitu rupa oleh mereka. Didiklah mereka dengan panduan dariNya:

JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA, NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR, JANGAN
HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN, NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA,

Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah, Kenalkan mereka
kepada Allah, zat yang kekal, disitulah kuncinya. AKAL SETIPIS RAMBUTNYA,
TEBALKAN DENGAN ILMU, HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN, PERASAAN
SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAK .

Suburkanlah karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan
keadilan Tuhan. Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi
ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana mentri negara atau women gladiator.
Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan
diskriminasi Tuhan. Sebaliknya, disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim
wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan,
jutawan dan wan-wan lain. Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak
terhibur dan tidak menghiburkan. Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.

LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI. SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKI.

Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan, mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri dan bapak akan kehilangan puteri. Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa. Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepemimpinan.

Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah PIMPINLAH DIRI SENDIRI DAHULU KEPADA-NYA. jinakan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.

JANGAN MENGHARAP ISTRI SEPERTI SITI FATIMAH, KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYIDINA ALI

wassalam


24 Selingan dalam Hidup



 1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya,  sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula  tertarik kepada kekayaannya,  karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada  seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya  senyum yang dapat membuat  hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu  menemukan orang seperti itu.

 2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat
 merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya
 dari alam mimpi dan memeluknya dalam
 alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.

 3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,
 pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah
 seperti yang kamu inginkan, karena
 kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan
 untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

 4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup
 untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk
 membuatmu kuat, kesedihan yang cukup
 untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup
 untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk
 membeli hadiah-hadiah.

 5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang
 lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu
 lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
 pintu lain yang dibukakan bagi kita.

 6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk
 berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan
 sepatah katapun, dan kemudian
 kamu meninggalkannya dengan perasaan telah
 bercakap-cakap lama dengannya.

 7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang telah
 kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh
 benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah
 kita miliki sampai kita
 mendapatkannya.

 8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain.
 Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal
 itu menyakitkan hati orang itu pula.

 9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut
 perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan
 suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada
 tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang
 penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.

 10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita
 cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya
 menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita
 hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita
 temukan di dalam dia.

 11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu
 memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha
 menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir
 dalam hidupnya.

 12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan
 beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang
 yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima
 kasih atas karunia itu.

 13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir
 seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari
 untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu
 seumur hidup untuk melupakan seseorang.

 14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis,
 mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan
 mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang
 menghargai pentingnya orang-orang yang
 pernah hadir dalam hidup mereka.

 15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah,
 romantika dan masih tetap peduli padanya.

 16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika
 kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan
 mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya
 dan kamu harus melepaskannya.

 17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh
 dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air
 mata.

 18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap
 sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih
 percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka
 yang masih mencintai sekalipun pernah
 disakiti hatinya.

 19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak
 mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah
 mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki
 keberanian untuk mengutarakan cintamu
 kepadanya.

 20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada
 masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus
 dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan
 sakit hati di masa lalu.

 21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika
 kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika
 kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan
 kamu tidak mencintainya lagi jika
 kamu masih tidak dapat melupakannya.

 22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang
 bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu ! Jangan
 mengharapkan balasan cinta, tunggulah
 sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak,
 berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.

 23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi
 tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu
 harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah
 menulikan telinga untuk mendengar dari
 orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.

 24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di
 sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga
 pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
 orang-orang di sekelilingmu menangis

10 KESALAH PAHAMAN TENTANG SUKSES


Kesalahpahaman 1
Beberapa orang tidak bisa sukses karena latar belakang, pendidikan, dan lain-lain. Padahal, setiap orang dapat meraih keberhasilan. Ini hanya bagaimana mereka menginginkannya, kemudian melakukan sesuatu untuk mencapainya.

Kesalahpahaman 2--
Orang-orang yang sukses tidak melakukan kesalahan. Padahal, orang-orang sukses itu justru melakukan kesalahan sebagaimana kita semua pernah lakukan Namun, mereka tidak melakukan kesalahan itu untuk kedua kalinya.

Kesalahpahaman 3--
Agar sukses, kita harus bekerja lebih dari 60 jam (70, 80, 90...) seminggu. Padahal, persoalannya bukan terletak pada lamanya anda bekerja. Tetapi bagaimana anda dapat melakukan sesuatu yang benar.

Kesalahpahaman 4--
Anda hanya bisa sukses bila bermain sesuatu dengan aturan. Padahal, siapakah yang membuat aturan itu? Setiap situasi membutuhkan cara yang berbeda. Kadang-kadang kita memang harus mengikuti aturan, tetapi di saat lain andalah yang membuat aturan itu.

Kesalahpahaman 5--
Jika anda selalu meminta bantuan, anda tidak sukses. Padahal, sukses jarang sekali terjadi di saat-saat vakum. Justru, dengan mengakui dan menghargai bantuan orang lain dapat membantu keberhasilan anda. Dan, sesungguhnya ada banyak sekali orang semacam itu.

Kesalahpahaman 6--
Diperlukan banyak keberuntungan untuk sukses. Padahal, hanya dibutuhkan sedikit keberuntungan. Namun, diperlukan banyak kerja keras, kecerdasan, pengetahuan, dan penerapan.

Kesalahpahaman 7--
Sukses adalah bila anda mendapatkan banyak uang.Padahal, uang hanya satu saja dari begitu banyak keuntungan yang diberikan oleh kesuksesan. Uang pun bukan jaminan kesuksesan anda.

Kesalahpahaman 8--
Sukses adalah bila semua orang mengakuinya. Padahal, anda mungkin dapat meraih lebih banyak orang dan pengakuan dari orang lain atas apa yang anda lakukan. Tetapi, meskipun hanya anda sendiri yang mengetahuinya, anda tetaplah sukses.

Kesalahpahaman 9--
Sukses adalah tujuan. Padahal, sukses lebih dari sekedar anda bisa meraih tujuan dan goal anda. Katakan bahwa anda menginginkan keberhasilan, maka ajukan pertanyaan "atas hal apa?"

Kesalahpahaman 10--
Saya sukses bila kesulitan saya berakhir. Padahal, anda mungkin sukses, tapi anda bukan Tuhan. Anda tetap harus melalui jalan yang naik turun sebagaimana anda alami di masa-masa lalu. Nikmati saja apa yang telah anda raih dan hidup setiap hari sebagaimana adanya.

(diadaptasi dari "The Top 10 Misconceptions About Success", Jim M. Allen. CoachJim.com)